Karnaval Pesona Danau Toba Bakal Membuat Ulos Makin Mendunia
Dari kajian Miyara Sumatera Foundation, ulos disebut sebagai representasi dari semesta alam. Pada masa lampau, perempuan-perempuan Batak bangga menenun, memakai, dan mewariskannya kepada keluarga sebagai suatu pusaka.
Karena kesakrakalan tadi, kajian terhadap ulos tak hanya ada di Indonesia. Museum dan universitas di Singapura, Amerika, Inggris dan Belanda ikut menyimpan kajian tentang ulos lantaran diaggap unik dan sangat tua.
Karya seni ini dianggap memiliki makna yang tinggi. Dominasi warna hitam, merah dan putih dinilai punya daya pikat yang tinggi. Warna merah melambangkan keberanian, putih menyimbolkan kesucian, sedangkan hitam perlambang kekuatan.
Dalam buku Seni Budaya Batak yang ditulis Jamaludin S Hasibuan (1985), teknik ikat dalam tenun Batak berasal dari kebudayaan Dongson yang berkembang di kawasan Indochina. Kain tenun ulos sejatinya merupakan selimut pemberi kehangatan.
Ada tiga unsur pemberi kehangatan dalam kehidupan orang Batak zaman dahulu. Yakni matahari, api dan ulos. Ulos dikenakan sebagai penjaga keselamatan tubuh dan jiwa pemakainya.
Pada masa sekarang, ulos tak lagi berfungsi magis sebagai penjaga jiwa, tetapi penjaga identitas budaya bagi masyarakat Batak. Di dalam setiap helai benangnya termuat sejarah yang menjadikan identitas Batak.
So, mau tahu lebih banyak detail dan filosofis tentang ulos? Datang saja ke Karnaval Kemerdekaan Pesona Danau Toba (KKPDT) di Parapat, Kabupaten Simalungun dan Balige, Kabupaten Tobasa, 20-21 Agustus 2016.
Semua info terkait ulos bisa didapatkan di sana. Bahkan, pengunjung juga bisa menyaksikan langsung proses penenunannya.(adv/jpnn)