Kartolo
Oleh: Dhimam Abror DjuraidKali ini Kartolo menjual rumahnya, bukan rumah orang lain. Rumah di daerah Kupang Jaya, Surabaya itu sudah ditempatinya sejak 1984. Kartolo yang sekarang berusia 74 tahun menjual rumah 400 meter itu sebagai bagian dari survival, seni bertahan hidup.
Kisah-kisah ludrukan versi Kartolo sudah direkam menjadi sekitar 70-an cerita. Sampai sekarang masih sering beredar dalam berbagai versi.
Cerita-cerita Kartolo menggambarkan fenomena kehidupan rakyat yang banyak didera persoalan, tetapi semuanya diselesaikan dengan cara yang sederhana.
Orang Surabaya menyebut hal yang sederhana sebagai ‘’ngglethek’’, atau dalam bahasa Jawa Tengah ‘’jebule’’. Ungkapan itu dipakai untuk menggambarkan sesuatu yang dikira hebat dan besar, tetapi ternyata tidak ada apa-apanya.
Ada janji-janji muluk yang diberikan seorang pemimpin, tapi ternyata ‘’ngglethek’’ tidak sesuai dengan kenyataan.
Dengan ilmu ‘’ngglethek’’ itu masyarakat bawah bisa menghadapi berbagai kesulitan hidup dengan caranya sendiri. Ilmu ngglethek menjadi local wisdom, kearifan lokal, yang memberi kekuatan kepada rakyat untuk survive, bertahan hidup, menghadapi berbagai macam kesulitan.
Ilmu nggletek itu tercermin dalam cerita-cerita ludrukan Kartolo yang menggambarkan fenomena hidup keseharian masyarakat.
Dalam kesederhanaan sikap itu tersimpan kearifan dan kekuatan, yang menjadikan rakyat mampu bertahan hidup di tengah kondisi yang paling ekstrem pun.