Kasus Pelindo II, Publik Skeptis pada Pemerintahan Jokowi
jpnn.com, JAKARTA - DPR RI lewat Pansus Pelindo II telah merekomendasikan kepada pemerintah untuk membatalkan perpanjangan kontrak JICT-Koja karena melanggar undang-undang dan menyebabkan kerugian keuangan negara.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang diminta DPR melakukan audit investigasi juga sudah menyatakan ada indikasi kerugian negara minimal hampir Rp 6 triliun dalam kasus perpanjangan kontrak Hutchison di JICT dan TPK Koja. Ketika dicantumkan kata 'indikasi' bukan 'potensi' artinya kerugian tersebut sudah terjadi.
Anehnya, meski dua lembaga tinggi negara sudah menyatakan pelanggaran-pelanggaran dan kerugian negara tersebut, pemerintah seolah tak peduli dan ogah menindaklanjuti kasus kontrak JICT-Koja. Pengelolaan gerbang ekonomi nasional tersebut dilego kembali kepada Hutchison untuk 20 tahun mendatang.
Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB), Adhie M Massardi mengatakan berbagai temuan baik yang sudah dimunculkan DPR maupun audit investigatif BPK dalam kasus Pelindo II dan belum juga tuntas hingga saat ini menunjukkan kurang adanya komitmen dari pemerintah.
“Kalau pemerintah memiliki komitmen kan tinggal memilih orang-orang yang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan persoalan tersebut,” kata Adhie di Jakarta, Sabtu (24/11/2018).
Kenyataan tersebut menjadi ironis jika melihat visi Jokowi yang ingin mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Padahal, menurut mantan juru bicara Presiden Gus Dur ini, masyarakat terlanjur berharap visi tersebut bisa diwujudkan.
Selain kasus Pelindo II, Adhie mencontohkan pembangunan pembangkit listrik 35 ribu MW yang hingga saat ini tidak berjalan sesuai yang diharapkan.
“Faktor utamanya karena tidak adanya orang-orang di sekitar Jokowi yang memiliki komitmen untuk menjalankan visi tersebut,” imbuhnya.