Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Ke Xiao Gang, Desa Pelopor Kemakmuran Petani Tiongkok (3-Habis)

Bimbang Tentukan Siapa Yang Tanda Tangan Teratas

Selasa, 14 April 2009 – 06:42 WIB
Ke Xiao Gang, Desa Pelopor Kemakmuran Petani Tiongkok (3-Habis) - JPNN.COM
Sekitar 80 rumah di kiri-kanan jalan itu juga sudah baru. Rata-rata terbuat dari beton dua tingkat, mirip bangunan ruko. Rumah Yan Hongchang sendiri tiga tingkat. Kalau toh masih ada satu rumah yang asli (yang lantainya tanah, temboknya tanah, dan atapnya daun), rumah itu memang dipertahankan keasliannya untuk monumen. Tentu dibilang asli benar juga tidak. Halamannya sudah dibuat indah, dengan tanaman pohon yang rindang. Di pintu masuknya juga sudah dibuatkan gerbang untuk pemeriksaan karcis: Rp 20.000 per orang.

Tentu saya harus masuk ke rumah itu. Benar-benar masih asli. Di rumah inilah peristiwa bersejarah 30 tahun yang lalu itu dilakukan. Tidak ada perabotan apa pun kecuali tempat tidur dari kayu yang reot. Saya membayangkan alangkah dinginnya di musim salju. Ruangan rumah ini sekitar 4 x 6 meter. Di tembok kanan ada lubang sebesar orang berdiri. Saya melongokkan kepala ke dalam lubang itu. Gelap sekali. Tapi, ternyata inilah ruangan yang penting. Di ruang sempit dan gelap itulah di malam akhir Desember 1978 itu 18 petani berkumpul berpepet-pepetan. Saya membayangkan mereka pasti masuk ke ruangan ini sambil membungkukkan badan karena lubang itu agak rendah. Bahwa di dalam ruang itu mereka agak berimpitan, rasanya justru lebih hangat. Di ruangan ini ada satu balai-balai kayu, meja kayu rendah, dan tiga dingklik (lonjoran kayu panjang yang bisa dipakai untuk duduk empat orang berimpitan) dan tiga potongan kayu yang difungsikan juga untuk tempat duduk.

Di situlah 18 petani merundingkan dan menuliskan kesepakatan rahasia untuk mengatasi ancaman kematian akibat kelaparan yang bertahun-tahun. Orang-orang itu mengenakan jaket dingin yang terbuat dari dua lapis kain yang di dalamnya diisi serat-serat kayu. Tentu juga sudah penuh tambalan di sana-sini. Mereka bersepakat membuat perjanjian rahasia yang panjangnya (dalam versi asli, Red) satu kalimat terdiri atas 79 kata: membagi tanah komunal per keluarga dan masing-masing bertanggung jawab menyetorkan hasil panen ke negara dan kalau sukses sisa setoran untuk keuntungan masing-masing dengan risiko kalau gagal siap dihukum mati dengan kesepakatan yang tidak dihukum harus ikut membesarkan anak orang yang dihukum sampai berumur 18 tahun.

Ketika sampai kepada siapa yang harus berkorban bila perjanjian itu diketahui penguasa, mereka mulai bimbang. Mula-mula disepakati dua tokoh desa itu yang mengambil risiko. Yakni, dengan menaruh tanda tangan keduanya di posisi paling atas. Keduanyalah yang siap menerima hukuman kalau kesepakatan mereka itu dianggap salah oleh penguasa. Yang satu adalah Yan Hongchang dan satunya lagi orang yang paling tua di sana. Tapi, ketika tiba waktunya masing-masing harus membubuhkan tanda tangan atau cap jempol, orang tua itu bimbang. Dia hanya mau tanda tangan di bagian lebih bawah bersama 17 petani lainnya.

Saat membuat kesepakatan rahasia, 18 petani di desa amat miskin itu siap menerima risiko, termasuk dihukum mati. Apa kaitan ide maju mereka dengan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News