Kebaikan dan Keadilan Harus Ada dalam Ummatan Wasathan
Persoalan speaker itu, lanjut dia, menunjukkan bahwa dalam Ummatan Wasathan, diperlukan pemahaman keislaman yang baik.
Karena bila Mushalla dengan speaker yang bersuara kencang itu ada di sebuah kampung yang cuma berisi 20 rumah dengan jarak berjauhan, maka hal itu baik.
"Namun bila kampung itu sudah berisi 200 keluarga dan gang-gang disitu sudah sempit, maka speaker yang kencang justru akan mengganggu sendi-sendi kehidupan. Ini satu contoh, betapa faktor pemahaman keislaman yang baik itu sangat penting," ujarnya.
Dan terkait faktor politik, Mahfudz menyatakan gangguan terhadap Ummatan Wasathan ini muncul ketika kekuatan politik tertentu memanfaatkan sentimen-sentimen keagamaan.
Akibatnya adalah, muncul intervensi kepentingan politik pada agenda-agenda keagamaan.
"Contoh ketika Pilpres 2019 lalu, pembelahan politiknya luar biasa. Bahkan, sampai ada perceraian akibat perbedaan pilihan Capres. Jadi pernikahan yang merupakan wahana ibadah dalam Islam, bisa porak poranda akibat pilihan politik. Ini akibat dari politisasi agama," ujar Mahfudz.
Dalam kesempatan yang sama, Pengamat Politik Internasional Prof. Imron Cotan menyatakan, Islam itu kompatibel dengan Nasionalisme, kebangsaan dan demokrasi.
Dan Indonesia, lanjut Prof. Imron, bisa menjadi contoh bagaimana Islam bisa kompatibel dengan Nasionalisme, kebangsaan dan demokrasi.