Kebebasan Pers Indonesia Tidak Memburuk, Tapi Mengkhawatirkan
"Tantangannya adalah membayangkan sebuah cara untuk membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik dan lebih demokratis tanpa pers," ujar Dr Tapsell.
Menurut Dr Tapsell, mengukur 'kebebasan pers' lebih mudah dilakukan sebelumnya, karena pada dasarnya adalah kemampuan wartawan profesional mengomentari dan mengkritik pemilik kekuasaan, seperti pemerintah, lembaha hukum, atau institusi keagamaan.
"Tapi kini jauh lebih kompleks dan sekarang semua saling terkait. Internet, jejaring sosial, jurnalisme warga, dan undang-undang baru seperti ITE dan MD3 menyamarkan kebebasan berekspresi dan kebebasan pers."
Dr Tapsell pernah meluncurkan beberapa buku terkait media di Indonesia, termasuk berjudul "Media Power in Indonesia". Menurutnya ada kepercayaan yang berkurang terhadap media maintsream di Indonesia, karena adanya liputan yang berpihak demi kepentingan politik pemilik media.
"Ini menyebabkan banyaknya bermunculan situs 'alternatif' dan jejaring sosial, yang kadang disebut sebagai 'fake news'," jelas Dr Tapsell.
"Pemilik media televisi sebaiknya jangan menduga rating mereka akan tetap kuat. Orang-orang menghabiskan lebih banyak waktu di ponsel mereka, seperti di jejaring sosial, daripada duduk pasif di depan televisi menonton berita malam."