Kebijakan Gubernur Anies Soal IMB Reklamasi Menuai Kritik Pedas
Pada kesempatan sama, Haidar Alwi selaku aktivis Haidar Alwi Institute menyoroti kebijakan Anies yang telah menyerahkan pengelolaan tiga pulau reklamasi Pantai Utara Jakarta, yakni Pulau C, D, dan G kepada PT Jakpro yang merupakan salah satu BUMD milik DKI.
Kemudian, jelas Haidar, Anies membuat kebijakan perubahan nama tiga pulau itu. Pulau C menjadi Kawasan Pantai Kita, Pulau D menjadi Kawasan Pantai Maju, Pulau G menjadi Kawasan Pantai Bersama.
"Jadi kalau pulau-pulau ini sukses menyumbang pemasukan APBD DKI nanti, maka seolah yang sukses adalah Anies. Padahal dia cuman ganti nama saja,” jelasnya.
Selain itu, Haidar menilai Gubernur Anies tidak memiliki komitmen dengan apa yang telah dia ucapkan diawal ketika mencabut 13 izin reklamasi, bahwa reklamasi teluk Jakarta adalah masa lalu bagi Jakarta. Bahwa reklamasi bukan masa depan Jakarta.
"Anies menyebut bahwa perubahan tiga nama pulau ini memiliki dasar atau tujuan bagi masa depan Jakarta. Jadi setelah ganti nama, baru ngomong masa depan Jakarta. Padahal awalnya bilang reklamasi adalah masa lalu. Bukan masa depan Jakarta. Lha ini kan enggak konsisten. Padahal pemimpin itu harus konsisten dengan ucapannya. Ini bukan tipikal pemimpin namanya tapi hanya pimpinan," tegas Haidar.
Pada diskusi itu, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Tubagus Soleh Ahmadi, menilai setiap Gubernur Jakarta dari periode ke periode memiliki kebijakan yang mendukung reklamasi. Yakni sejak 1994 ketika pertama kali keluar Perpres Reklamasi, sampai saat ini Anies Baswedan mengeluarkan IMB pada 2019.
"Jadi semua gubernur sama saja. punya perannya masing-masing dalam meneruskan proyek reklamasi yang cenderung dipaksakan ini," kata Tubagus Soleh.
Ia menegaskan, proyek reklamasi ini sama sekali tidak punya komitmen pada lingkungan. Bahkan masalah lingkungan sering jadi pelengkap penderitaan rakyat.