Kecewa di Rumah Soekarno, Terkesan di Kebon Rojo
Sambil mendengarkan penjelasan Ady, Shiraishi dan Tsutsumi sibuk mengabadikan tempat-tempat bersejarah tersebut.
Lokasi selanjutnya adalah rumah di Jalan Mawar yang hanya ditempuh 2 menit dari destinasi pertama. Rumah itu menjadi bangunan cagar budaya sesuai ketetapan Pemkot Surabaya pada 2008. Pada zaman kemerdekaan, rumah Pak Amin tersebut dijadikan studio pemancar Radio Barisan Pemberontakan Republik Indonesia (RPBI) Bung Tomo. Dari tempat itu, Ktut Tantri, warga Amerika Serikat, menyampaikan pidatonya sehingga perjuangan Indonesia bisa dikenal hingga ke luar negeri.
Dari Jalan Mawar, Shiraishi diajak melihat eks sekolah HBS, almamater Soekarno, di Kebon Rojo. Shiraishi terlihat begitu gembira begitu berada di bangunan utama gedung yang kini difungsikan sebagai kantor pos itu. Kondisi bangunan yang dibiarkan tetap kuno dan ’’apa adanya’’ memberikan kesan prestise sekolah Belanda tersebut pada zamannya.
Di tiang paling barat lobi gedung itu dipajang prasasti yang dilengkapi foto Soekarno. Prasasti tersebut menjelaskan bahwa Soekarno pernah bersekolah di situ pada 1915–1920. Penanda itu membuat Shiraishi begitu kagum. ’’Bagus, ya,’’ ujarnya singkat.
Saat menuju ruangan besar di belakang gedung utama, rombongan Shiraishi bertemu Manajer Pelayanan Jasa Keuangan Kantor Pos Surabaya Eko Prijono. Dengan senang Eko mengantar Shiraishi mengelilingi gedung itu. ’’Masih terlihat kuno-kuno,’’ katanya.
Eko menunjukkan daun jendela setinggi 3 meter yang masih kukuh. Dilihat dari luar, ruangan itu sekilas mirip ruang kelas. Tapi, kini ruangan tersebut berubah menjadi tempat men-scan struk pengiriman pos.
Shiraishi sempat menanyakan meja kerja dari jati itu. Menurut para pekerja di situ, meja tersebut merupakan peninggalan Belanda saat masih menjadi HBS. Spontan perempuan energik itu langsung memotretnya. ’’Saya kagum dengan bangunannya yang kuat,’’ tuturnya.
Lepas dari Kantor Pos Kebon Rojo, perjalanan berlanjut ke bangunan milik PT Pelni yang tak jauh dari situ. Bangunan tersebut dulu dipakai radio Jepang Domei untuk menyiarkan kabar tentang perjuangan rakyat Surabaya. Sebuah prasasti kusam dalam bahasa Indonesia dan Inggris menunjukkan hal itu. ’’Tapi, kita tak bisa masuk ke dalam gedung ini,’’ kata Ady.