Kecurangan Pemilu Seharusnya Disalurkan ke MK Ketimbang Hak Angket DPR
Fahri Bachmid menjelaskan relasi penyelesaian sengketa pemilu telah ditentukan secara limitatif dalam konstitusi itu sendiri, sehingga kanal penyelesaian secara konstitusional tidak dikenal digunakan di luar dari yang telah ditentukan, ketentuan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945.
Pada Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 bahwa "Mahkamah Konstitusi berwenang memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
"Hemat saya, jalan itu yang mestinya digunakan, karena jika angket yang mau dipaksakan maka tentu itu sangat destruktif terhadap sistem ketatanegaraan, angket adalah operasi sesar yang tidak dikenal dalam sistem penyelesaian sengketa pemilu di republik ini, tidak ada dalam kerangka hukum pemilu Indonesia," jelas Fahri.
Fahri juga mengatakan hak angket adalah suatu instrumen yang diberikan kepada DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan undang-undang atau kebijakan pemerintah yang dianggap memiliki dampak penting, strategis, dan luas pada kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara serta diduga melanggar peraturan perundang-undangan.
Landasan konstitusional pengunaan hak angket didasarkan pada UUD 1945, khususnya ketentuan Pasal 20A ayat (2), dan secara derivatif, pranata hak angket DPR mengacu pada Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 yang telah direvisi dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD beserta Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014.
Pada kerangka hukum tata negara, hak angket, bersama dengan hak menyatakan pendapat dan hak interpelasi, merupakan instrumen pengawasan legislatif terhadap berbagai kebijakan yang diambil oleh eksekutif atau pemerintah.
Oleh karena itu, Fahri Bachmid menyarankan agar para pihak yang tidak puas dengan hasil pemilu untuk tertib mengunakan instrumen hukum atau kerangka hukum yang tersedia.
"Ada banyak saluran konstitusional yang dapat ditempuh apabila merasa ada kecurangan pada pelaksanaan pemilu, yakni melalui Bawaslu, DKPP, maupun mengajukan sengketa ke MK, itu lebih 'genuine' yang tentunya berbasis pada prinsip-prinsip konstitusionalisme," pungkas Fahri Bachmid.(mcr10/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini: