Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Kekerasan Atas Nama Agama Makin Marak, Ini 5 Langkah yang Perlu Diambil Pemerintah

Senin, 08 Februari 2016 – 04:32 WIB
Kekerasan Atas Nama Agama Makin Marak, Ini 5 Langkah yang Perlu Diambil Pemerintah - JPNN.COM
Pengerusakan masjid milik jamaah Ahmadiyah di Tasikmalaya tahun 2012 silam. Foto: dok jpnn

jpnn.com - JAKARTA - Sejak tahun 1990 sampai dengan 2008 tercatat ada 274 kasus kekerasan yang terjadi di Indonesia. Dari jumlah kasus ini, 47,8 persen-nya dilakukan masyarakat sebagai pelaku kekerasan agama; 10,6 persen pelaku kekerasan dari kelompok agama; dan sisanya berupa kasus-kasus lain. 

Jumlah kasus ini berdasarkan hasil penelitian Pusat Study Agama dan Demokrasi (Pusad) Paramadina. Hasil ini pun diafirmasi oleh Wakil Ketua Komisi I, Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin berdasarkan pengamatan praktis di lapangan. 

Mencermati hasil pengamatan dan penelitian, sambung TB Hasanuddin, ternyata sejak 2009 sampai sekarang kasus kekerasan atas nama agama bukan menurun, tapi semakin meningkat. Sebut saja misalnya kasus Cikeusik Banten, Konflik Tolikara di Papua, Konflik Singkil di Aceh, insiden evakuasi pengikut Gafatar di Mempawah Kalbar, dan insiden di Bangka terhadap jamaah Ahmadiyah. 

Menurut TB Hasanuddin, konflik di Timur Tengah seperti terjadi di Suriah juga sangat berdampak pada peta konflik di Indonesia. Bahkan teroris yang ada di Indonesia pun diperkirakan memiliki hubungan dengan ISIS. 

"Pertentangan aliran agama di Timur Tengah seperti di Irak, Saudi Arabia atau di Suriah teryata mau tidak mau dan suka tidak suka, sangat berpengaruh terhadap gerakan membesarnya intoleransi di Indonesia atau katakanlah intoleransi di Indonesia meningkat akibat pengaruh konflik aliran di Timur Tengah," kata TB Hasanuddin dalam keterangannya, Minggu (7/2). 

Hal ini, tegas TB Hasanuddin, tentu saja tak bisa dibiarkan. Dan apalagi, berdasarkan data intelijen, kemungkinan konflik itu berpotensi sangat tinggi bila negara tidak serius hadir dan menanganinya. Bila negara abai, maka intoleransi itu akan terus berkembang. Apalagi di saat yang sama, pejabat di daerahpun cenderung diam dan lebih suka mengambil jalan pintas "mengevakuasi", bukan mencari solusi terbaik, karena mungkin takut sebab kepentingan politiknya bisa terganggu saat pilkada nanti . 

"Polri harus kita akui sangat sigap menghadapi teroris . Dan kita apresiasi untuk itu . Tapi entah mengapa jadi terkesan lambat bahkan abai terhadap konflik intoleransi," jelas TB Hasanuddin. 

TB Hasanuddin pun memberi masukan agar dilakukan pemerintah. Pertama, pemerintah sudah saatnya turun tangan lebih serius, untuk menggalang dan memobilisasi seluruh kekuatan, termasuk pemuka agama dan tokoh masyarakat anti kekerasan. Kedua, mengembangkan pendidikan toleransi di setiap lembaga pendidikan formal maupun nonformal di seluruh Indonesia sejak usia dini. 

JAKARTA - Sejak tahun 1990 sampai dengan 2008 tercatat ada 274 kasus kekerasan yang terjadi di Indonesia. Dari jumlah kasus ini, 47,8 persen-nya

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

X Close