Kekuatan Baru Sastra Indonesia
Jumat, 06 Mei 2011 – 22:31 WIB
"Hatinya Tertinggal di Gaza sekaligus menawarkan bagaimana semestinya seorang perempuan yang ditinggal suami untuk bisa menjalani kebelangsungan hidup yang masih panjang. Mungkin, kalau Sastri Bakry tidak ditinggal suaminya (meninggal,red), agaknya novel ini tidak akan pernah selesai. Jadi ini sebuah gambaran interaksi penulis dengan alam," ungkap Eka Budianta.
Di tempat yang sama, analis sastra Leon Agusta menyebut 'Hatinya Tertinggal di Gaza' sebagai satu buku yang semuanya diproses dengan tergesa-gesa. "Ini terkesan semuanya serba bergegas hingga nyaris menjadi buku, tapi uniknya karya Sastri Bakry lebih terang-benderang dibanding novel yang sesungguhnya dalam menggambarkan sesuatu," tutur Leon Agusta.
Lebih lanjut dikatakannya, pengarang hanya hadir di draft awal cerita. Tapi pada draft finishing, kekuatan dan kecirian pengarang teredusi. "Mestinya, dalam sebuah novel yang terbilang baik, penulis harus selalu hadir secara utuh dan jangan hanya sampai di draft," tegas Leon Agusta. (fas/jpnn)