Kelemahan Sistem Zonasi PPDB 2019
jpnn.com, SLEMAN - Aturan sistem zonasi penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2019 ada yang berbeda dibanding tahun lalu. Merujuk Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 51 Tahun 2018 tentang PPDB pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Regulasi ini mengatur tiga jalur proses PPDB. Yakni sistem zonasi, prestasi, dan perpindahan orang tua. Dari tiga sistem tersebut, zonasi masih menjadi kebijakan paling sensitif. Permasalahan seputar zonasi selalu muncul dalam setiap pelaksanaan PPDB tahun-tahun sebelumnya.
Seperti terjadi di wilayah Sleman. Sistem zonasi menyebabkan adanya calon siswa yang tak terakomodasi, sehingga tak bisa mendaftar di sekolah mana pun. Di sisi lain masih ada sekolah kekurangan siswa. Terutama sekolah dengan akses sosial minim. Seperti sekolah negeri di wilayah perbukitan Prambanan.
Kepala Dinas Pendidikan Sleman Sri Wantini mengatakan, sistem zonasi pada dasarnya untuk pemerataan pendidikan. Juga demi mendekatkan jarak sekolah dengan tempat tinggal siswa. Terkait hal tersebut Dinas Pendidikan Sleman membagi tiga zona PPDB SMP tahun ajaran 2019/2020.
BACA JUGA: Nilai UTBK SBMPTN 2019 Tunggu 10 Hari
Zona 1 meliputi wilayah desa. Zona 2 kecamatan. Sedangkan zona 3 tingkat kabupaten. "Zonasi itu yang menentukan dari sekolah, tapi kami juga melakukan verifikasi," ujarnya seperti diberitakan Radar Jogja (Jawa Pos Group).
Sistem zonasi tersebut berbeda dengan PPDB 2018/2019. Saat itu ada empat zona yang ditentukan berdasarkan kewilayahan. Yakni barat, timur, utara, dan tengah. Zonasi baru tersebut, jelas Wantini, berdasarkan hasil evaluasi PPDB tahun lalu.
Dikaitkan dengan Permendikbud 51/2018. "Setelah kami evaluasi (zonasi tahun lalu, Red) wilayahnya masih terkesan terlalu luas," kata Wantini.