Kelompok Studi Aquinas Berharap Pemerintah Berempati Kepada Mahasiswa Terdampak Covid-19
Dalam konteks lokal, menurut Anton, penyiasatan penerjemahan Permen 6/2020 mestinya bisa dilakukan aparatur Pemerintah Desa untuk menjawab kebutuhan tersebut. Namun demikian, dalam kerangka tata kelola yang lebih baik dan di tengah birokrasi desa dan daerah yang bisa saja kaku dalam mengendalikan kebijakan.
“Ada baiknya dikeluarkan suatu kebijakan yang melonggarkan penggunaan BLT Dana Desa untuk menjawab persoalan kesulitan biaya hidup anak-anak desa yang sedang kuliah di berbagai kota di Indonesia,” ujar Anton.
Pada bagian lain suratnya, Anton Doni mengatakan penggunaan Dana Desa sebagai jaring pengaman sosial dalam menangani berbagai dampak sosial akibat serangan pandemi Covid-19 sudah merupakan keputusan Pemerintah Pusat, yang diturunkan dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 6 Tahun 2020.
Peraturan Menteri tersebut memberikan mandat kepada Pemerintah Desa melalui mekanisme Musyawarah Desa untuk mengalokasikan 25 persen hingga 35 persen Dana Desa untuk Bantuan Langsung Tunai kepada keluarga Miskin.
Bagi Desa yang mendapat Dana Desa kurang dari Rp 800 juta, alokasinya 25 persen; Dana Desa Rp 800 juta sampai Rp 1,2 miliar alokasinya 30 persen; dan Dana Desa di atas Rp 1,2 miliar alokasinya 35 persen.
Sementara keluarga miskin yang dijangkau dalam BLT ini adalah keluarga miskin yang belum mendapat bantuan melalui Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), yang kehilangan mata pencaharian, belum terdata, dan mempunyai anggota keluarga yang rentan sakit menahun atau kronis.
“Tentu saja kebijakan ini sudah sangat membantu. Uang sejumlah Rp 200 juta di Desa dengan penerimaan Dana Desa Rp 800 juta tentu bisa dipakai untuk membantu hingga 100 keluarga. Mereka masing-masing dapat memperoleh Rp 600 ribu setiap bulan. Ini jelas sangat membantu,” kata Anton Doni.(fri/jpnn)