Keluarga Anas Urbaningrum di Blitar ketika Badai Politik Menerpa
Ibu: Kami Wong Ndeso, Masak Senekat ItuSabtu, 23 Juli 2011 – 07:27 WIB
Saking asyiknya, Anas kadang malah dimarahi karena tangan dan kakinya berlepotan lumpur. Tak heran, ketika pulang kampung, kadang Anas menyempatkan diri melongok dan ikut nimbrung tetangga yang mata pencarian membuat batu-bata. Maklum, selama ini Dusun Sendung merupakan dusun penyuplai batu bata merah di Blitar. "Dulu kan tidak ilok (pantas, Red) anak muda keluar di malam hari. Lebih banyak di rumah belajar," kata Sriati. Lantaran ayahnya guru agama, membaca Alquran merupakan santapan wajib.
Setelah tamat SMA, Anas meneruskan pendidikan di Universitas Airlangga Surabaya, fakultas ilmu sosial dan politik. Sejak saat itulah, karir politiknya dirintis. Dia menjadi ketua umum pengurus besar (PB) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), kemudian anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Kini, untuk memenuhi kebutuhan hidup, Sriati memilih mengandalkan hasil panen sawahnya daripada bergantung kepada anak-anak. Meskipun anak-anaknya sudah sukses, baik karir maupun pekerjaan. Sawah seluas sekitar 200 meter persegi merupakan harta yang sangat berharga bagi Sriati. "Hasil panennya sudah cukup untuk menghidupi saya dan adik-adik Anas. Syukur, kami tidak kekurangan," kata Sriati yang aktif dalam kegiatan pengajian di kampungnya itu.