Kemendikbud Targetkan 100 Prodi Vokasi Menikah Massal dengan Industri
jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi (Ditjen Diksi) menargetkan minimal 100 program studi vokasi melakukan “pernikahan” massal dengan industri.
Menyusul peluncuran gerakan "Pernikahan Massal” (Link and Match) antara pendidikan vokasi dengan dunia industri dan dunia kerja (DUDI).
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi (Dirjen Diksi) Kemendikbud, Wikan Sakarinto mengatakan, tujuan utama peluncuran program penguatan program studi (Prodi) pendidikan tinggi vokasi tahun 2020, ini agar prodi vokasi di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) semakin menghasilkan lulusan dengan kualitas dan kompetensi sesuai kebutuhan dunia industri serta kerja.
"Industri dan dunia kerja, mohon bersiap sambut kami," ujar Wikan melalui telekonferensi di Jakarta, Rabu (27/5).
Target program penguatan ini adalah sekitar 100 prodi vokasi di PTN dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) agar melakukan pernikahan massal di tahun 2020 dengan puluhan bahkan ratusan industri.
Program ini akan diteruskan dan dikembangkan di tahun-tahun berikutnya dengan melibatkan lebih banyak prodi vokasi.
Saat ini, untuk penguatan prodi vokasi di PTS sendiri sudah dibuka melalui Program Pembinaan PTS (PP-PTS) di mana tahapannya sudah memasuki seleksi tahap akhir.
"Jadi, di masa pandemi ini, kami akan melakukan (semacam) perjodohan massal. Bukan satu dengan satu, tetapi satu kampus vokasi dengan banyak industri," ujar Wikan.
Dia optimistis program "Pernikahan Massal" ini akan menguntungkan banyak pihak.
Ia mengatakan, pihak industri dan dunia kerja, jelas akan diuntungkan dengan skema pernikahan ini.
Selain itu, dengan adanya link and match ini, lulusan pendidikan vokasi juga akan semakin dihargai oleh industri dan dunia kerja.
Bukan semata-mata karena ijazahnya melainkan karena kompetensi dan skills-nya yang semakin sesuai dengan tuntutan dunia kerja.
“Link and match ini bukan sekadar Memorandum of Understanding (MoU) dan foto-foto di media melainkan harus menjadi pernikahan yang sangat erat dan mendalam, sehingga semua pihak akan saling mendapatkan manfaat yang signifikan dan berkelanjutan,” tegas Wikan.
"Jangan sampai, sudah lulus kuliah, masih harus di-training lagi oleh industri dengan susah payah, memakan banyak waktu dan berbiaya mahal," sambungnya.
Dilanjutkan Wikan, materi pelatihan di industri tersebut bisa sejak awal dimasukkan ke dalam kurikulum dan diajarkan oleh dosen bersama praktisi dari industri.