Kemenpera Fokus Salurkan KPR Rusun
jpnn.com - JAKARTA – Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) berupaya menyiasati keterbatasan lahan untuk memenuhi tingginya tingkat kebutuhan hunian. Caranya, dengan menghentikan subsidi KPR Fasilitas Likuiditas Penyediaan Perumahan (FLPP) untuk rumah tapak mulai 31 Maret 2015 mendatang.
Selanjutnya, Kemenpera akan fokus menyalurkan bantuan subsidi KPR FLPP untuk Rusun (rumah susun). Kelompok sasaran untuk KPR Sejahtera Rusun adalah masyarakat berpenghasilan rendah dengan penghasilan tetap maupun tidak tetap paling banyak Rp 7 juta.
”Kalau bangun rumah tapak terus menerus, akan menggerus lahan produktif yang ada saat ini,” kata Deputi Bidang Pembiayaan Kemenpera Sri Hartoyo dalam rilis yang diterima Jawa Pos.
Harga Rusun memiliki batasan harga yang berbeda di setiap provinsi. Batasan harga Rusun paling rendah berada di wilayah Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) adalah Rp 6,9 juta per meter persegi dan paling tinggi adalah di Provinsi Papua yaitu Rp 15 juta per meter persegi.
Direktur Utama Badan Layanan Umum Pusat Pembiayaan Perumahan (BLU PPP) Kemenpera Budi Hartono menyatakan, pihaknya siap mendukung kebijakan Kemenpera tersebut.
“Pembangunan rumah tapak dalam jangka panjang memiliki beberapa dampak negatif. Wilayah yang terus berkembang melebar menyebabkan semakin jauhnya tempat tinggal penduduk dari pusat perekonomian, sehingga menyebabkan tingginya biaya transportasi yang harus ditanggung oleh masyarakat,” terang Budi.
Budi menambahkan, semakin padatnya tempat tinggal penduduk di ibu kota, membuat kota-kota di sekitarnya seperti Bogor, Bekasi, Tangerang, dan Depok menjadi kota penyangga untuk menjadi tempat tinggal penduduk. “Saat ini keberadaan kota-kota penyangga bahkan telah meluas ke daerah Cikarang, Cikampek, Cilegon, dan sekitarnya,” ujarnya.
Menurutnya, tempat tinggal masyarakat yang jauh dari pusat perekonomian menyebabkan pemborosan di berbagai sektor, seperti sektor transportasi. Masyarakat saat ini lebih memilih bepergian dengan menggunakan kendaraan pribadi dibanding kendaraan umum. Sehingga membuat subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) pemerintah semakin besar.