Kemenpera Kecewa PPN Rumah Bersubsidi Dihapus
"Harusnya kan kami yang lebih ahli. Ini masukan kami tidak didengarkan sama sekali," terangnya.
Politisi dari PPP tidak ingin dua aturan itu membingungkan pihak pengembang dan MBR. Jalan pintasnya, pihaknya membebaskan masyarakat untuk memilih mana yang lebih baik.
"Bagi yang ingin gratis biaya PPN silahkan ikut aturan Kemenkeu. Sedangkan yang memilih FLPP ikut regulasi Kemenpera," tuturnya.
Faridz mengatakan sebenarnya program Kemenpera yang mencabut subsidi untuk rumah tapak sudah sangat tepat. Menurut dia penduduk Indonesia semakin tahun jumlahnya semakin bertambah. Sedangkan tanah tidak bertambah. Untuk itu, Faridz mengatakan, kini trend pembangunan perumahan justru vertikal. "Kalau bangun rumah tapak terus akan habis tanah di Indonesia," paparnya.
Lebih lanjut, Faridz menjelaskan bahwa pihaknya siap jika kedepannya Kemenpera tidak diberikan kewenangan dalam mengatur harga rumah. Menurut dia, penetuan harga perumahan bisa di handle oleh Kemenkeu. "Silahkan ambil saja. Mereka lebih paham," ketusnya.
Sementara itu, jika aturan dari Kemenkeu itu disepakati maka tahun depan akan diberlalukan. Deputi Bidang Pembiayaan, Sri Hartoyo mengatakan bahwa aturan yang dikeluarkan oleh Kemenkeu itu belum final. Menurut dia masih bisa berubah lagi. "Undang-undang saja bisa dicabut, apalagi peraturan menteri," jelasnya.
Seperti yang diketahui, pada bulan April lalu Kemenpera menetapkan kebijakan FLPP yang mengatur ketetapan harga baru rumah petak dan rusunami. Kenaikan harga yang dipatok besarnya 42 persen dari harga sebelumnya. Range harga awal berkirar Rp 88 juta sampai Rp 145 juta.
Dengan kebijakan baru rumah murah Zona I yaitu Non Jabodetabek Rp 105 juta dari semula Rp 88 juta. Untuk Jabodetabek yang masuk Zona II dipatok Rp 115 juta yang awalnya Rp 95 juta. Zona III untuk Kalimantan, Maluku, Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat harganya Rp 105 juta awalnya Rp 88 juta. Sedangkan Papua yang masuk Zona IV harganya naik menjadi Rp 165 juta dari Rp 145 juta.