Kementan Ingatkan Penyuluh Kawal Petani Terdampak Bencana
Dedi Nursyamsi menceritakan pengalaman memimpin Upaya Khusus Padi, Jagung dan Kedelai (Upsus Pajale) Provinsi Sulawesi Tengah, pada saat terjadi gempa dan tsunami Palu pada 28 September 2018, yang diperburuk oleh likuefaksi (pencairan tanah).
"Gempa Palu sangat besar sekaligus ajaib, karena terjadi likuefaksi. Bukan hanya dampak fisik juga goncangan jiwa bagi masyarakat. Banyak pula penyuluh yang menjadi korban maupun keluarganya," katanya.
Dipandu Koordinator Substansi Evaluasi dan Pelaporan (Evalap) BPPSDMP, Septalina Pradini selaku anchor Ngobras, Dwi Retnani dari Dinas Pertanian Kabupaten Banjar di Kalsel melaporkan bahwa petani di wilayah kerjanya membutuhkan sarana produksi (Saprodi) berupa benih, alat mesin pertanian (Alsintan).
"Kami laporkan pula 82 penyuluh, rumahnya terendam banjir. Sembilan BPP KostraTani lumpuh. Tanaman terendam dan ada pula lahan puso," kata Dwi Retnani.
Dedi Nursyamsi memintanya segera mengajukan ke pemerintah provinsi (Pemprov) untuk diteruskan ke Kementan. "Kami akan segera tindaklanjuti."
Kabadan pun mengelaborasi data dari Rapat Tindak Lanjut dan Informasi Banjir di Banjarmasin, Minggu [17/1] bahwa di Kabupaten Tanah Laut, lahan yang sudah tanam mencapai 2.668 hektar dan yang puso 1.678 hektar dan semai 256.243 hektar.
Tiga kecamatan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan terdampak banjir, katanya, pertanaman 160 hektar tapi tidak ada puso. Sementara di Kabupaten Banjar, hampir 15.000 hektar terdampak banjir dan puso.
"Bantuan didistribusikan UPT Kalsel dan dinas pertanian, namun karena banyak jalan putus, distribusi agak telat maka harus menempuh jalan memutar," kata Dedi.