Kenji Sekiguchi dan Keluarga Samurai Indonesia
Latihan tersebut berlangsung dua pekan. Tiap hari Kenji harus berpeluh keringat selama 12 jam nonstop di bawah bimbingan langsung Komei. ”Dari pukul sembilan pagi sampai sembilan malam,” kenangnya.
Pertemuan tersebut lantas berlanjut pada Januari 2008. Kenji mengundang langsung Komei ke Sidoarjo. Pada saat itu, Kenji sudah memiliki murid yang dilatih sendiri. Kedatangan Komei tersebut dibarengi latihan maraton enam hari berturut-turut. Setiap hari mereka mempertajam gerakan-gerakan iaijutsu selama delapan jam.
Pada pengujung latihan itulah, Kenji mendapatkan dua anugerah sekaligus. Yakni, peresmian sebagai perwakilan Komei Juku di Indonesia serta pemberian namanya: Kenji Sekiguchi.
Dia menjelaskan, Ken dalam bahas Jepang berarti pedang. Ji memiliki makna ambisi. Sementara itu, Sekiguchi merupakan nama keluarga. ”Kalau diterjemahkan secara bebas, berarti orang yang punya ambisi di jalan pedang,” ungkap Kenji.
Dia pun meminta izin kepada Komei untuk menggunakan nama itu bukan sebatas nama pemberian, tapi menjadi nama sah yang permanen untuk dirinya. Permintaan tersebut disetujui dalam komunikasi melaluie-mail. Setelah itu, semua nama pada sejumlah kartu identitas berubah. Mulai KTP, SIM, hingga akta lahir. Termasuk buku rekening bank. ”Untuk buku rekening itu, saya harus ganti baru. Sebab, tanda tangan saya juga baru, pakai huruf kanji,” jelas dia.
Jauh sebelum menekuni iaijutsu, Kenji sudah melanglang buana di seni bela diri. Sejak kecil hingga remaja, Kenji akrab dengan olah gerak itu. Saat bersekolah di SDN Kedung Anyar, Sawahan, dia belajar kyokushin karate. Bela diri tersebut ditekuni hingga masuk SMP. Ketika duduk di bangku SMA, dia belajar kempo hingga menyandang sabuk cokelat.
”Saya suka bela diri itu karena bapak kandung dan bapak tiri saya juga menekuni bela diri,” tutur anak kedua di antara lima bersaudara itu. Bahkan, dia menyebut ayah tirinya sudah sampai level sabuk hitam Dan 2.
Jalan hidup Kenji ternyata juga pernah menapaki dunia pesantren. Lulus dari SMA Brawijaya, Surabaya, dia nyantri di sebuah pondok pesantren di Kediri selama 1,5 tahun. Dia juga memperdalam ilmu agama denganmondok di Jombang selama 1,5 tahun. ”Saya fokus mempelajari ilmu hadis. Kutubus sittah (enam kitab),” terangnya sambil menuliskan dua kata terakhir itu dalam huruf Arab.