Kepercayaan Publik Menurun Kalau Dewas KPK Tidak Transparan Menangani Laporan
jpnn.com, JAKARTA - Pengamat hukum tata negara Jimmy Usfunan meminta Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) bisa transparan dalam menangani setiap laporan pelanggaran etik yang dilakukan oleh pegawai lembaga antirasuah.
Menurut dia, kepercayaan publik menjadi taruhannya ketika Dewas KPK tidak berlaku transparan. Bukan tidak mungkin, kepercayaan publik akan menurun jika hal itu terjadi.
"Apabila ini tidak dilakukan, satu pemberitahuan atau pemberian informasi pada masyarakat maka lambat laun masyarakat juga akan mengurangi intensitas laporan dan pengawasan publik," kata Jimmy saat dihubungi awak media, Kamis (9/7).
Misalnya, kata Jimmy, terkait kasus dugaan pelanggaran etik yang dilakukan penyidik KPK Hendrik Christian. Laporan kasus itu seharusnya bisa dibuka oleh Dewas KPK.
Selanjutnya, kata dia, Dewas KPK bisa menyampaikan alasan kasus-kasus yang telah dilaporkan belum bisa dilakukan. Sementara itu, kasus-kasus yang dilaporkan belakangan yang didahulukan.
"Hal-hal semacam ini yang perlu disampaikan kepada publik sehingga keberadaan Dewas KPK tetap mendapatkan kepercayaan publik yang baik dalam menjalankan tugas dan fungsinya," ujar dia.
Menurut dia, dalam konstruksi pada UU 19 tahun 2019 tentang perubahan kedua UU KPK, keberadaan dewas lebih kepada kontrol pelaksanaan tugas dan wewenang lembaga antirasuah.
Dengan begitu, ujar dia, implikasinya Dewas KPK menyusun dan menetapkan kode etik, menerima laporan dari masyarakat terkait adanya dugaan pelanggaran kode etik pimpinan maupun pegawai lembaga antirasuah, serta menyelenggarakan sidang yang diduga pelanggaran etik itu sendiri.