Kerugian Negara Hanya Bisa Diperiksa BPK, Ahli: Menjerat Swasta di Kasus PT Timah Terlalu Dipaksakan
Putusan ini menyatakan bahwa kerugian negara yang terjadi harus bersifat nyata dan pasti (actual loss) dan dapat dihitung oleh instansi yang berwenang atau akuntan publik yang ditunjuk.
“Jika kerugian hanya berdasarkan perkiraan, itu tidak dapat dijadikan dasar oleh hakim dalam memutus perkara tipikor. Hakim bebas mempertimbangkan, tetapi MK menegaskan bahwa kerugian harus konkret,” lanjutnya.
Dia juga menilai penggunaan hasil penghitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) bermasalah.
Menurutnya, berdasarkan Undang-Undang Pemeriksaan Keuangan Negara, hanya BPK yang memiliki dasar hukum untuk menghitung kerugian negara.
“BPKP tidak memiliki dasar hukum untuk menghitung kerugian negara. Perannya hanya sebagai pengawas dan auditor internal untuk kementerian/lembaga pemerintah. Dasarnya pun hanya Peraturan Presiden. Untuk menghitung kerugian negara yang resmi, itu adalah tugas BPK,” jelasnya.
Menurutnya, laporan yang digunakan dalam kasus PT Timah terkesan dipaksakan, terlebih kasus ini menyasar pihak swasta yang notabene hanya partner kerja dari anak usaha BUMN tersebut.
“Bahasa saya ini dipaksakan. Perbuatan melawan hukum yang menjadi dasar pun tidak terlihat jelas. Kalau di level direksi ada pelanggaran wewenang, itu masih masuk akal. Namun, kalau ke swasta belum tentu, karena mereka memiliki perlindungan dalam kontrak perjanjian,” pungkas Prof. Romli.(mcr8/jpnn)