Kerusakan Terumbu Karang Ancam Perekonomian Global
Lebih dari 500 juta orang di seluruh dunia menggantungkan hidupnya pada ekosistem terumbu karang. Tak hanya pemenuh kebutuhan pangan, habitat ini juga memiliki nilai ekonomi yang besar. Di Australia dan Indonesia, kerusakan terumbu karang bisa menimbulkan potensi kerugian ekonomi maritim sebesar milyaran dolar.
Selama 4 tahun terakhir, tim penelitian dari Institut ‘Global Change’, Universitas Queensland, melakukan pemetaan bawah laut di 22 negara yang mencakup jajaran terumbu karang seluas 1000 kilometer.
Pemetaan dengan kamera panoramik 360 derajat -berbentuk skuter -ini menghasilkan 600.000 foto bawah laut yang kemudian akan dianalisa oleh para ilmuwan.
Menurut kepala tim penelitian, Profesor Ove Hoegh-Guldberg, hasil pemetaan sementara menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang di berbagai tempat memprihatinkan.
“Sayangnya, terumbu karang sedang dalam masalah,†ujarnya dalam temu media di kantor perwakilan Universitas Queensland, Jakarta (25/8).
“Ada beberapa faktor yang mendasari, salah satunya tentu perubahan iklim,†utara Profesor Ove.
Direktur Institut ‘Global Change’ ini menjelaskan, kesehatan terumbu karang sangat penting bagi ekosistem laut.
Di samping itu, terumbu karang memiliki nilai ekonomi yang cukup signifikan.
“Tahukah anda? 85% populasi Australia tinggal di garis pantai sepanjang 100 km. Di Indonesia, tak jauh beda, 66% populasi di sana hidup di garis pantai sepanjang 50 km. Terumbu karang menjadi sangat penting untuk kelangsungan hidup mereka,†tutur Prof Ove sembari menunjuk layar presentasi.
Ia lantas membandingkan pendapatan maritim Indonesia dan Australia per tahun-nya.
“Bayangkan, pendapatan maritim Australia dalam setahun itu mencapai 47 miliar dolar (atau setara Rp 470 triliun). Sementara di Indonesia, pendapatan nasional yang didapat dari laut mencapai 30 miliar dolar (atau setara Rp 300 triliun).â€
Kerusakan terumbu karang tentu berimbas luas pada data ekonomi tersebut. Menariknya, hal ini terjadi hampir merata, tak hanya di Asia Tenggara dan Pasifik, Australia juga mulai kehilangan organisme laut ini.
Pemerintah berbagai negara seharusnya benar-benar menjalankan komitmen lingkungan yang disepakati di Paris akhir tahun lalu, harap Profesor Ove. Karena jika tidak, tambahnya, ada dampak yang harus ditanggung manusia.
“Ya kita memang masih hidup, tapi kita akan punya lingkungan yang sangat kurang produktif,†sebutnya.
Profesor Ove lantas menceritakan, “Kami mengamati pemutihan karang di Great Barrier Reef pada bulan Mei 2016. Betapa mengejutkan, karang yang tadinya putih...hanya butuh 55 hari (sejak hari pertama kami merekam) untuk menjadi rusak dan diselimuti ganggang.â€
“Kita harus merawat mereka,†sambungnya.
Faktor di balik kerusakan terumbu karang Australia-Indonesia
Kerusakan terumbu karang memilki penyebab lokal dan global, tak terkecuali di Indonesia dan Australia.
Faktor global meliputi perubahan iklim, pengasaman laut dan dampak tak langsung seperti intensitas badai serta banjir yang mengurangi kualitas air.
Sementara untuk faktor lokal, kedua negara memiliki fenomena yang sedikit berbeda.
“Faktornya sama tapi dengan proporsi yang berbeda,†sebut Prof Ove.
Lebih lanjut ia mengemukakan, “Di Australia, kami banyak menderita akibat polusi pantai. Sistem pertanian dengan pupuk dan pestisida memengaruhi air yang terbawa hingga laut. Air terkontaminasi inilah yang membunuh terumbu karang,†jelas Profesor Ove ketika ditanya Australia Plus mengenai kondisi faktual di dua negara bertetangga ini.
Di sisi lain, faktor lokal yang memengaruhi Indonesia adalah penangkapan ikan atau eksploitasi laut yang berlebihan.
Lebih dari 500 juta orang di seluruh dunia menggantungkan hidupnya pada ekosistem terumbu karang. Tak hanya pemenuh kebutuhan pangan, habitat ini
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News
JPNN VIDEO
-
Wataru Endo hingga Takumi Minamino Ikut Latihan Timnas Jepang
-
Rudianto Lallo Minta Kejagung Tidak Tebang Pilih Dalam Menangani Kasus
-
STY Pastikan Kevin Diks Jadi Amunisi Lawan Jepang
-
Baleg DPR Dorong Regulasi Pengelolaan Nikel di Sultra Masuk Prolegnas
-
Erupsi Gunung Lewotobi, AHY Siapkan Langkah Taktis
- ABC Indonesia
Dunia Hari ini: Trump Bertemu Biden untuk Mempersiapkan Transisi Kekuasaan
Kamis, 14 November 2024 – 23:29 WIB - ABC Indonesia
Dunia Hari Ini: Penerbangan dari Australia Dibatalkan Akibat Awan Panas Lewotobi
Rabu, 13 November 2024 – 23:44 WIB - ABC Indonesia
Korban Kecelakaan WHV di Australia Diketahui Sebagai Penopang Ekonomi Keluarga di Indonesia
Senin, 11 November 2024 – 23:55 WIB - ABC Indonesia
Trump Menang, Urusan Imigrasi jadi Kekhawatiran Warga Indonesia di Amerika Serikat
Jumat, 08 November 2024 – 23:54 WIB
- Sepak Bola
Indonesia vs Jepang: Bukan Metematika, Jangan Ganti 6 Pemain Ini
Jumat, 15 November 2024 – 04:40 WIB - Hukum
Pengusaha Surabaya Suruh Siswa Sujud & Menggonggong Sudah Ditangkap, Begini Tampangnya
Jumat, 15 November 2024 – 05:00 WIB - Dahlan Iskan
Bohemian Blangkon
Jumat, 15 November 2024 – 07:09 WIB - Bali Terkini
Kalender Bali Jumat 15 November 2024: Baik untuk Penyucian Diri & Memberikan Petuah
Jumat, 15 November 2024 – 06:24 WIB - Sepak Bola
Indonesia vs Jepang: Penyebab Jay Idzes Percaya Diri
Jumat, 15 November 2024 – 06:02 WIB