Ketika Perekonomian Jordania Kehilangan Oksigen Akibat Revolusi Arab
Amphitheater Menyisakan Aktivitas Pekerja KonstruksiSabtu, 05 Maret 2011 – 08:08 WIB
Di tengah seliweran mobil-mobil mengkilap tak ada pengendara motor di sana? produksi Jerman, Korea, dan Jepang, kami akhirnya hinggap di sebuah kedai makanan cepat saji, di tengah kota, tak jauh dari Abdoun Bridge. Seperti di berbagai sudut kota yang ditelusuri Jawa Pos sejak tiba di ibu kota Jordania tersebut siangnya, keramaian juga terlihat di sana. Mayoritas adalah pria berusia 30-an tahun ke bawah.
Teman warga Jordania itu berbisik, "Ini tempat kumpul para gay." Entah informasi itu benar atau tidak karena terlihat pula beberapa muda-mudi dan suami-istri yang membawa serta buah hati. Semua terlihat ceria, tak terasa sedikit pun kecemasan.
Jadi, di mana revolusi itu? "Ah, di sini aman dan stabil. Tak ada guncangan seperti di Mesir dan Libya," kata Abdullah Waleed, seorang pemilik kedai kopi di dekat Feisal bin Abdul Aziz Street.
Abdullah mungkin tak salah, tapi barangkali juga tak sepenuhnya benar. Jordania memang aman, tapi tetap tak imun dari pengaruh "Revolusi Arab" yang menjalar mulai Tunisia, Mesir, Yaman, Bahrain, dan kini terus berkobar di Libya.