Ketika Pers Dilematis dalam Memberitakan Kasus Terorisme dan Radikalisme
jpnn.com, JAKARTA - Pemberitaan media massa tentang aksi-aksi terorisme terkadang menguntungkan jaringan teroris dalam menjalankan aksinya.
Demikian dikatakan Ketua Komisi Hubungan Antarlembaga dan Internasional Dewan Pers Agus Sudibyo dalam dalam webinar bertema "Peranan Media Dalam Menghadapi Radikalisme & Hoax" kerja sama JPNN.com, GenPI.co dan BNI, Selasa (26/1).
Menurut Agus, media massa harus lebih berhati-hati dan bijak dalam memuat konten berita terkait kasus terorisme.
Pasalnya, kata dia, teroris kerap memanfaatkan pemberitaan di media massa untuk berkomunikasi dengan jaringan teroris lainnya.
"Yang namanya kaum radikal, teroris itu pasti minoritas. Pasti gerak-geriknya itu tidak leluasa, pasti disadap oleh intelijen sehingga mereka menggunakan berbagai cara untuk bisa mendapatkan publisitas untuk bisa berkomunikasi dengan satu sama yang lain," kata Agus.
"Jadi pemberitaan media itu kadang-kadang menguntungkan para teroris untuk mengkalkulasi keadaan. Teroris memanfaatkan pemberitaan media untuk menebarkan ketakutan dan mendelegitimasi polisi. Pemberitaan media sebagai sarana komunikasi antar sel-sel jaringan teroris," sambung Agus.
Dia mencontohkan, apabila terjadi suatu serangan teroris kepada publik, lalu diberitakan oleh media, pemberitaan itu secara tidak langsung menjadi kode kepada jaringan teroris lainnya untuk melakukan aksi yang sama.
"Ini dilema yang dihadapi oleh pers bahwa di satu sisi jelas sekali serangan teroris itu layak diberitakan dan publik berhak tahu dan pemberitaan itu memberikan kewaspadaan buat publik. Tetapi di sisi lain, pemberitaan itu dimanfaatkan oleh teroris atau radikalis," ujar Agus.