Ketua Investigasi Kecelakaan AirAsia Itu Teriak: Tidak Boleh Dibuka!
Di dunia keselamatan penerbangan di Indonesia, nama Mardjono memang masih kalah tenar jika dibandingkan dengan Tatang Kurniadi atau Ketua Basarnas Marsda TNI F.H. Bambang Soelistyo. Padahal, pria 67 tahun itu merupakan ’’orang lama’’ di bidang tersebut.
Dia sudah puluhan tahun berkiprah di KNKT, khususnya menangani kasus kecelakaan pesawat terbang. Bahkan, banyak kalangan yang menilai Mardjono adalah ahli dalam membongkar penyebab kecelakaan pesawat.
Sedikitnya sudah enam kecelakaan pesawat yang ditangani Mardjono. Yakni, kecelakaan pesawat Silk Air di Sungai Musi (1997) dan insiden Adam Air 574 pada 28 Agustus 2007. Pesawat jurusan Jakarta–Surabaya–Manado itu jatuh di perairan Mamuju, Sulawesi Barat.
Lalu, kecelakaan Garuda Indonesia GA-2000 di Jogjakarta (7 Maret 2007) yang menewaskan 22 orang, kecelakaan pesawat Merpati 8968 di Kaimana, serta musibah jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 (9 Mei 2012). Joy flight dari Bandara Halim Perdanakusuma menuju Pelabuhan Ratu itu berakhir tragis lantaran pesawat menabrak Gunung Salak.
’’Sekarang saya dipercaya lagi untuk memimpin tim investigasi kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501 di Selat Karimata,’’ kata Mardjono ketika ditemui Jawa Pos (induk JPNN) di kantornya, Senin pekan lalu (26/1).
Dari seluruh kecelakaan itu, kecuali AirAsia yang kini masih dalam penyelidikan, Mardjono berhasil mengungkap penyebabnya dengan gamblang. Rata-rata disebabkan buruknya cuaca, kecuali Adam Air yang disebabkan kerusakan pesawat. Saat itu, alat bantu navigasi inertial reference system (IRS) Adam Air rusak. Pilot pun panik. Dia berupaya keras memperbaiki alat tersebut, tapi gagal.
’’Pesawat langsung menghunjam ke dasar laut dengan kecepatan 1.000 km/jam,’’ jelasnya.
Keahlian Mardjono dalam menginvestigasi jatuhnya pesawat memang tidak diperoleh dengan mudah. Dia harus menimba ilmu dari banyak orang untuk meningkatkan kemampuan. Tepatnya setelah mendapat gelar doktor dari In de Toegepaste University, Belgia, di bidang metalurgi pada 1981. Namun, dia tidak langsung bergabung dengan KNKT.