Ketua Komisi X: Tumpang Tindih Peran LMKN Rugikan Pekerja Kreatif
Huda menilai hampir pasti benturan kepentingan antara LMKN dan LMK akan terjadi karena adanya aturan 20% dari besaran royalti yang dikumpulkan dari publik digunakan untuk pembiayaan manajemen kolektif.
Menurut dia, 20 persen bagian dari royalti ini cukup besar. Sebagai gambaran jika ada Rp100 miliar yang bisa dikumpulkan, maka berarti ada Rp20 miliar yang harus disisihkan untuk manajemen kolektif.
“Besaran bagian untuk menajamen kolektif ini pasti akan potensial memicu konflik kepentingan. Apalagi jika ada dua entitas yang mempunyai peran mirip dalam hal ini LMKN dan LMK,” katanya.
Apalagi dalam perkembangan terbaru, kata Huda LMKN bekerjasama dengan pihak ketiga untuk menjalakan fungsi pengumpul royalty dari publik. Tentu situasi ini akan kian memperpanjang belitan kepentingan karena potensi konflik akan kian melebar.
“Keputusan LMKN dalam mengandeng PT Lentara Abadi Solutama (LAS) kian meruncing konflik kepentingan dalam sengkarut penarikan royalty lagu dan atau musik di Indonesia,” katanya.
Politikus PKB ini mendesak agar Presiden Joko Widodo turun tangan dalam mengatasi polemik sengkarut penarikan royalti lagu dan atau musik ini. Menurutnya sudah lama pekerja kreatif di industri musik yang mengharapkan perlindungan dan penghormatan atas kekayaan intelektual mereka.
“Presiden Jokowi sudah beritikad baik dengan mengeluarkan PP 56/2021 untuk melindungi dan menghormati kekayaan intelektual para musisi dan pencipta lagu. Jangan sampai itikad ini kemudian terganjal oleh konflik kepentingan di mana pemerintah menjadi bagian dari konflik tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung,” pungkas Huda.(fri/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi: