Khawatir Legitimasi Pemilu Rendah dan Sarat Konflik
jpnn.com - BANDUNG - Bukan hanya soal tingkat partisipasi pemilih pada pemilu 2014 yang dicemaskan pemerintah. Masalah potensi konflik dan kerusuhan juga menjadi perhatian pemerintah untuk diantisipasi sejak dini.
Wajar cemas, lantaran di sejumlah pilkada sebagai ajang pesta demokrasi lokal, aksi bakar-bakaran sudah kerap terjadi.
"Kejadian yang memiriskan di pesta demokrasi. Pilkada di sejumlah daerah ada mobil dibakar, kantor KPU dibakar, kantor polisi dibakar. Pada pemilu 2014 mendatang kita berharap hal-hal seperti itu tak terjadi," ujar Kepala Sub Direktorat Fasilitasi Pemilu, Direktorat Jenderal (Ditjen) Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kemendagri, Cecep Agus Supriyatna, dalam sebuah diskusi Pokja Wartawan Kemendagri di Bandung, akhir pekan kemarin.
Di acara yang digelar Pusat Penerangan (Puspen) Kemendagri itu, Cecep mengatakan, jika konflik dan kerusuhan muncul, maka pemilu 2014 nantinya tak bisa dibilang sukses. Pasalnya, menurut dia, setidaknya ada tujuh indikator sebuah pemilu bisa dikatakan sukses.
Pertama, prosesnya berjalan lancar, aman dan tertib. Kedua, masyarakat menggunakan hak pilihnya dengan rasa aman dan nyaman. Ketiga, tingkat partisipasi pemilih tinggi.
Keempat, kontestan dan penyelenggara taat azas dan perundang-undangan. Kelima, minimnya konflik dan gugatan pemilu. Keenam, masyarakat siap mendukung hasil pemilu. Ketujuh, pemilu menghasilkan wakil rakyat dan kepala pemerintahan yang berkualitas, sesuai dengan harapan publik.
Nah, khusus mengenai tren terus menurunkan angka partisipasi pemilih sejak pemilu 1999 hingga pemilu 2009, pihak pemerintah belum memastikan faktor penyebabnya. Cecep hanya menyebut setidaknya ada empat kemungkinan.
Pertama, tingkat kepercayaan masyarakat kepada partai politik menurun. Kedua, masyarakat menganggap tidak ada calon pemimpin yang menarik. Ketiga, pemilu dianggap tidak akan mengubah keadaan. Keempat, mungkin karena sudah muncul anggapan pemilu bukan sesuatu yang penting.