KIBAR: Waspadai Konglomerasi Dalam Industri Beras Nasional
Menurut Syaiful, saat ini sebagian besar penggilingan padi rakyat di daerah tidak mampu lagi mensuplai Bulog, dikarenakan harga gabah yang tinggi sehingga penggilingan padi kecil menengah tidak bisa lagi berproduksi.
"Dari 160 ribu penggilingan padi yang ada diperkirakan hanya sepuluh persen saja yang masih aktif berproduksi. Itulah sebabnya peredaran beras di pasar juga semakin berkurang karena industri penggilingan padi banyak yang tidak jalan," kata Syaiful.
Syaiful mengungkapkan, penggilingan padi di Jabar, Jateng dan Jatim saat ini kesulitan mendapatkan gabah, jika ada harganya sudah mahal. Karena sebagian besar gabah sudah diserap oleh korporasi besar.
"Korporasi ini dengan permodalan kuat tidak ada masalah membeli gabah petani skala besar-besaran, sehingga memicu kenaikan harga gabah. petani jangan cepat-cepat senang dengan harga gabah yang tinggi saat ini, karena anomali harga tersebut bisa jadi bumerang bagi petani sendiri ketika sebagian besar industri penggilingan kecil menengah yang jumlahnya besar banyak yang bangkrut," ungkapnya.
Syaiful mengatakan, masalah diatas harus jadi perhatian serius kalau memang pemerintah masih peduli dengan industri penggilingan padi rakyat yang tersebar di pedesaan.
Penggilingan padi rakyat tidak mungkin bisa bersaing dengan kemunculan industri beras skala besar (konglomerasi).
Baik dari modal kerja dan teknologi, penggilingan padi rakyat jauh tertinggal yang tentunya berpengaruh dengan kapasitas dan kualitas produksi beras mereka.
"Mereka tidak mampu memenuhi standar Bulog dan pasar retail moderen," tambahnya.