Kiprah Prajurit TNI di Perbatasan, Sungguh Luar Biasa
Usai berolahraga, Nurman Syahreda mulai bercerita tentang kisah-kisahnya selama memimpin pasukan melakukan pengamanan di perbatasan NKRI-Timor Leste, Atambua, Nusa Tenggara Timur. Selain menjaga keutuhan NKRI, Nurman bersama pasukannya menyatu dengan masyarakat di sana. Mereka berusaha merebut hati masyarakat agar tetap kokoh mengumandangkan NKRI.
Di sela-sela cerita perjalanan di Atambua, Nurman juga menyelipkan awal mula terbentuknya Yonif 725 Woroagi.
"Woroagi di Sultra dibentuk pada tahun 1976, asalnya dari Sulsel. Pertama dibuka di Kecamatan Pomalaa bersamaan dengan didirikannya PT Antam. Kalau Yonif 725 Woroagi di Desa Boro-boro dibentuk pada tahun 1982," kata Nurman.
Terkait dengan petualangannya di Atambua, ayah dua anak ini memimpin 350 personel selama mengamankan wilayah perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Selain pengamanan perbatasan, personel TNI juga melakukan pembinaan di wilayah teritorial.
Setidaknya dengan cara itu, bisa mengendalikan situasi wilayah yang marak terjadi kasus penyelundupan barang-barang ilegal. Meskipun aktor intelektual penyelundupan didalangi orang-orang di kota besar, tapi pelaku adalah masayarakat perbatasan.
Dengan pembinaan terhadap masyarakat, paling tidak dapat mengetahui dan mengatasi kendala masyarakat setempat.
Menurutnya, kendala ekonomi yang menjadi penyebab maraknya penyelundupan. Apalagi program pembangunan yang dilaksanakan pemerintah tidak menyentuh daerah pedesaan yang ada di perbatasan. Selama berada di Atambua, dia kerap melakukan bakti sosial (Baksos) kesehatan kepada warga setempat.
Yonif 725 Woroagi punya perangkat kesehatan. Ada dokter batalyon yang berkeliling desa untuk mengatasi persoalan kesehatan yang selama ini diderita masyarakat. "Dan, itu terbukti efektif untuk mendekatkan TNI dengan masyarakat," kata suami Cut Mutiarani ini.