Kiprah Yusuf Nugraha, Dokter Berhati Mulia
Merasa memiliki tanggung jawab, Yusuf pun tepat waktu menyelesaikan kuliah. Sembari bekerja untuk menambal kekurangan biaya. Mulai berjualan teh botol sampai tas dokter buatan sendiri. Selama kuliah, Yusuf tinggal di asrama. Biayanya Rp 600 ribu setahun. Untuk makan, dia dibekali uang Rp 20 ribu tiap bulan dan beras.
Segala pahit getir itulah yang kian menggumpalkan niat Yusuf untuk berbagi kepada sesama. Kepada mereka yang berada dalam posisinya dulu: serba kekurangan. Senin lalu itu Jawa Pos menyaksikan sendiri perhatian Yusuf kepada para pasien. ”Kenapa hari ini, Ibu?” tanya Yusuf sambil mendekap seorang ibu berjilbab hijau itu.
Ibu tersebut menyatakan hendak melakukan kontrol rutin kadar kolesterol. Sebab, selama ini kadar kolesterolnya memang tinggi. Merasa penasaran, Yusuf bertanya berapa kadar kolesterol ibu itu. ”Di atas 200, Dokter,” ucap ibu tersebut malu-malu.
”Memang Ibu habis makan apa?” tanya Yusuf lagi.
”Kebetulan ikut puasa, makannya ada santannya, Dok,” jawab ibu itu.
Yusuf pun tersenyum simpul mendengar jawaban ibu tersebut. Kepada ibu dan anaknya, Yusuf mengingatkan agar terus menjaga pola makan. Apalagi, kondisi ibunya yang sudah lanjut usia rentan terserang sakit.
”Nanti banyak makan sayur dan buahnya saja ya, Bu. Jangan banyak santan,” tuturnya.
Di bagian depan klinik juga masih terpampang spanduk bertulisan ”Gratis Berobat dengan Mengaji 1 Juz”. Seorang petugas parkir mengatakan kepada Jawa Pos bahwa spanduk itu sudah lama terpasang.
”Kalau saat Ramadan kami tutup jam 5 sore, buka kembali jam 8 malam. Karena klinik ini pendekatannya ibadah, para karyawan saya minta buka puasa dan ibadah dulu,” kata Yusuf.