Kisah 13 Pembaca Alquran Rutan Kelas I Surabaya
Anggap Bukan Penjara, tapi Pondok PesantrenDengan demikian, kesan buruk terkait para mantan napi akan hilang. ’’Jadi, kami anggap ini bukan penjara, tapi pondok pesantren,” ujar Hedi menimpali.
Menurut dia, para tahanan adalah warga teraniaya. Mereka jauh dari keluarga. Banyak juga yang hingga berbulan-bulan tidak dibesuk kerabat. Jika dibiarkan, mereka bisa stres.
Karena itu, dia mengutip Surat Ar-Ra’du: 28 yang bunyinya, ’’Hanya dengan mengingat Allah, hati menjadi tenteram.’’ Karena itu, mengaji menjadi jalan terbaik untuk menenangkan diri.
Belum lagi banyak waktu luang yang dimiliki para tahanan dan napi. Karena itu, mereka membangkitkan gairah warga binaan untuk beribadah. Mereka mengaku bersyukur karena banyak napi yang menanggapi positif kegiatan keislaman di rutan.
’’Orang di penjara itu tidak ada lain selain waktu untuk ibadah. Jadi, bisa salat Tasbih, Hajat, dan Duha,” kata napi kasus penipuan dan penggelapan tersebut.
’’Di penjara jangan rudoksing. Turu, mbadok, ngising (tidur, makan, BAB, Red). Sudah kehilangan banyak waktu malah nggak dapat apa-apa. Tapi, kalau ibadah, kan dapat pahalanya. Jadi, rasanya tidak susah,” ujar Abdullah.
Selama menjadi pionir kegiatan keagamaan, banyak hal menarik yang dialami keduanya. Misalnya, banyak warga binaan yang menjadikan mereka tempat curhat. Tidak sedikit yang mengadu sedang galau dan sedih karena jarang bertemu keluarga.
Lalu, ada satu peristiwa yang paling melekat di memori mereka. Yakni, sebuah kejadian lucu saat tarawih. Biasanya, sang bilal atau orang yang bertugas menyerukan pergantian antarsalat menyerukan salawat Nabi, ”Allahummasholli alaih,”.