Kisah Bocah Korban Perkosaan yang Dihukum Penjara, Pedih
Putusan itu semakin membenamkan hidup WA. Sebab, Dewi juga dihukum dalam perkara aborsi tersebut. Padahal, aborsi itu dilakukan karena terpaksa. Bukan saja lantaran dia menjadi korban pemerkosaan inses. Tapi, juga karena kesehatan WA yang sangat rentan dengan usia yang baru 15 tahun.
Dengan putusan hakim itu, WA bukan saja harus terpisah dari ibunya. Tapi, dia juga harus menjalani hari-hari di penjara. Situasi tersebut, seperti yang diutarakan Dewi, tidak hanya membuat WA tak lagi berani mengejar cita-cita. Sekadar untuk berkata-kata, WA juga sangat takut.
Bebannya semakin berlipat. Hukuman sosial di lingkungan masyarakat menghadang dirinya dan keluarga. Jawa Pos merasakan betul adanya hukuman itu. Setelah terbitnya vonis hakim, Jawa Pos menelusuri kondisi keluarga dan lingkungan WA.
Dia tinggal di Desa Pulau, Rambutan Masam, Muara Tembesi, Batanghari, Jambi. Dari pusat Kota Jambi, dibutuhkan waktu dua jam untuk sampai di kampung tempat tinggal WA.
Itu pun perjalanannya tidak mulus. Untuk benar-benar sampai di tempat tinggal WA, Jawa Pos harus menyeberang Sungai Batanghari dengan menumpang perahu. Kampung Pulau terletak di tengah perkebunan di seberang Sungai Batanghari. Jalannya tanah. Rumah WA berada di tengah kampung.
Karena posisinya di tengah, omongan para tetangga dengan mudah terdengar. Omongan para tetangga itu membuat keluarga WA semakin sulit. Siti Hawa, nenek WA, tak luput menanggung beban tersebut.
”Ibu saya (Siti Hawa) seiring pingsan. Terutama saat ada orang berkunjung ke rumah,” aku Nur Haidir Ismail, paman WA.
Menurut dia, kedatangan tamu ke rumah semakin membuat tetangganya membicarakan masalah yang menimpa WA. Orang-orang yang mulai tidak membicarakannya kembali menggunjingkannya. ”Orang itu baik di kepala, beda di hati. Saat bertemu baik, di belakang berbeda lagi,” paparnya.