Kisah Hebat Satgas Tinombala, Bergerak Senyap 11 Hari di Hutan saat Malam
Keduanya berhasil melepaskan ego kesatuan dan menyatukan tujuan. Operasi Tinombala merupakan operasi gabungan pertama Polri dan TNI pascareformasi. ”Kami sebenarnya ingin cara yang lebih damai. Apa mau dikata, berbagai upaya agar mereka menyerah tidak terwujud,” ucap Wakil Komandan Satgas Operasi Tinombala Brigjen TNI Ilyas Alamsyah.
Dalam Operasi Camar Maleo yang pertama, kenang Ronny, pengejaran dilakukan hanya berdasar informasi mentah soal posisi Santoso. Ke-200 anggota Polri naik ke Bukit Biru dengan melewati jalur utama. Mereka bersamaan berjalan kaki selama empat hari untuk bisa mendeteksi posisi Santoso.
Ada kalanya tim Polri mendeteksi keberadaan anggota Santoso cs. Tim lantas bergerak mengejar. Kontak tembak pun beberapa kali terjadi. Tapi, sering kali gerombolan teroris itu menghilang di lebatnya hutan Bukit Biru. ”Bukitnya itu keriting naik turun,” ujarnya.
Saking susah dan terbatasnya logistik, akhirnya Ronny terpaksa memutuskan pengejaran dilakukan empat hari dalam seminggu. Empat hari mengejar dan dua hari mengisi logistik. ”Semua itu dilakukan beberapa bulan,” katanya.
Kondisi kian runyam saat ternyata sering kali upaya tim tersebut naik ke Bukit Biru disergap Santoso cs. ”Saat itu kami sadar mengejar Santoso perlu persiapan lebih,” imbuhnya.
Pada Maret 2015 Operasi Camar Maleo selesai. Polri memutuskan untuk melanjutkan operasi itu dengan sandi Operasi Camar Maleo II hingga 7 Juni. Kondisi yang sama terjadi, Santoso belum tertangkap. Namun, satu per satu anggotanya mulai tertangkap. ”Kalau tidak salah, pertengahan 2015 itu ada 34 orang yang bisa ditangkap,” jelasnya.
Pertengahan 2015 tersebut, Wakapolda Sulawesi Tengah Kombespol Leo Bona Lubis mulai memimpin operasi pengejaran Santoso. Lebih dari 600 prajurit Brimob Polri dikerahkan untuk mengejar Santoso.
”Langkah pertama, semua anggota Santoso mulai dikenali,” ujar Leo saat ditemui di Pos Polisi Air dan Udara Tokorondo Sektor Dua, Poso, Jumat (22/7).