Kisah Nuraini, Ibu Asuh Anak Korban Tsunami Aceh di SOS Children’s Villages
Paling Sulit Bikin Anak Mau Panggil IbuMistahul juga sempat beberapa tahun terpisah dari ayahnya sebelum akhirnya bertemu kembali. ’’Sebelum kejadian, saya sebenarnya akan bermain masak-masakan dengan teman di kampung,’’ ungkapnya.
Saat itu, Mistahul baru selesai mandi dan hendak ke luar rumah. Tiba-tiba, gempa berkekuatan besar mengguncang kampungnya. ’’Ibu sempat menyuruh saya masuk rumah,’’ kenangnya. Tidak berselang lama, air laut datang. Jarak tempuh rumah ABG 18 tahun itu dengan pantai memang hanya 5 menit.
Mis –sapaan Mistahul Jannah– sempat tinggal berpindah-pindah dari satu pengungsian ke pengungsian lain. Akhirnya, sebulan setelah kejadian, dia ditemukan kakek dan neneknya. ’’Saya sempat diasuh kakek dan nenek dua tahun sebelum akhirnya tinggal di villages,’’ ujarnya.
Awalnya, Mistahul merasa kikuk berada di rumah tersebut. Apalagi harus tinggal dengan orang yang tidak memiliki hubungan biologis dengan dirinya. ’’Namun, semangat para pengasuh membuat saya betah tinggal di asrama. Saya juga bisa hidup dengan teman-teman yang memiliki latar belakang yang sama,’’ katanya.
Kini Mistahul lebih sering tinggal di asrama atlet. Sebab, dia kerap mengikuti kejuaraan taekwondo untuk mewakili Aceh. ABG kelas 3 SMA tersebut ingin melanjutkan kuliah pendidikan keguruan di Jakarta. Dia bercita-cita mengajar di desa-desa terpencil di Aceh. (*/c5/ang)