Kisah Pak Guru di Daerah Pedalaman, Baju Berlumpur Hal Biasa
jpnn.com - Diperlukan mental yang kuat untuk menjadi seorang tenaga pengajar alias guru di daerah pedalaman. Akses ke sekolah yang sulit membuat banyak guru menyerah.
---
Pagi-pagi, Muhammad Yusuf sudah bersiap. Guru di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 5 Hulu Sungai Utara (HSU), Kalsel, ini mulai turun dari rumahnya menuju ke sekolah tempatnya mengabdi, di Desa Jingah Bujur Kecamatan Haur Gading.
Yusuf mengajar bidang studi Teknologi Informatika (TIK). Dia memiliki keinginan untuk membuat anak-anak di desa melek teknologi dan informasi.
Untuk meraih asa itu, dia harus menaklukan medan berat untuk bisa sampai ke sekolahnya. "Sudah biasa ini, Mas. Sarapan debu kala kemarau, baju kotor kena lumpur di kala hujan," ucapnya tertawa. Kalau cuma terciprat air rawa ketika harus menerjang banjir menuju sekolah, itu sudah biasa.
Meski demikian, Yusuf enjoy saja. Dia bahkan kerap mengunggah keceriannya menuju sekolah dan ramai - ramai berswafoto dengan siswa dan guru lainnya ke medsos.
Bapak dari orang dua putra ini mengaku bahwa seorang pengabdi tentu mempunyai jiwa untuk melayani. Guru berprestasi yang kerap menyabet sejumlah penghargaan baik lokal dan provinsi ini merasa memiliki kewajiban untuk memberikan pengajaran agar siswa-siswi yang berada di pelosok juga mampu bersaing dengan siswa-siswi yang ada di kota.
Pria penggiat media sosial ini, sebelum bertugas di MAN 5 Amuntai merupakan Guru Madrasah Ibtidaiyah (MI) Nurul Hidayah Kota Raja Kecamatan Amuntai Tengah pada tahun 2005 sampai 2007.
"Saya selalu melihat bahwa seni dalam mengajar tentu punya tantangan. Baik di kota maupun di pedesaan terlebih di lokasi pelosok yang minim akses," ungkap pengelola website Man 5 Amuntai ini.
Awalnya, dia harus beradaptasi dengan lokasi yang begitu jauh serta suasana yang berbeda. Dia sedikit bosan, tetapi kala melihat anak didik bersemangat belajar, dia kembali mendapatkan spirit.