Kisah Pak Guru Honorer Nyambi jadi Pemulung
Mursidi juga memberikan pinjaman uang modal usaha. Untuk pengembaliannya, bisa dicicil dengan uang dan sampah.
Sampah ditimbang dan disepakati harganya. Jika tabungan sampah itu sudah cukup sesuai dengan uang yang dipinjam, maka utang dianggap lunas.
Seperti perempuan yang menelepon Mursidi itu, dia berutang pulsa listrik dan barang, untuk pembayarannya memakai sampah.
“Mau seminggu, mau sebulan tidak ada masalah. Ini juga untuk melawan bank rontok yang memberatkan pedagang,’’ kata alumnus STKIP Hamzanwadi Pancor ini.
Barang jualan yang diedarkan Mursidi ke lapak-lapak kaki lima itu juga produksi warga di desanya. Mursidi adalah ketua kelompok usaha kecil di desanya. Anggota kelompoknya memproduksi tortila, keripik pisang, kerupuk, dan kini mulai memproduksi tempe.
Makanan itu diedarkan Mursidi ke lapak kaki lima dan kios-kios kenalannya yang mencapai 200. Mursidi hanya mengambil keuntungan secukupnya, pengganti operasional dan upahnya.
“Jika dibandingkan gaji honorer, alhamdulillah hasil keliling dan sampah ini bisa menutupi kebutuhan rumah tangga,’’ kata Mursidi yang sudah dikarunia satu anak.
Tanpa menyebut berapa keuntungan bersih, Mursidi mengatakan uang dari hasil bisnisnya lebih tinggi dibandingkan honor sebagai guru.