Kisah Perempuan Pembunuh Bayaran, Tarifnya Murah!
Sepengetahuan Maria, saat ini ada tiga perempuan, termasuk dirinya, yang menjalani profesi sebagai anggota death squad. Mereka sudah menandatangani kontrak untuk membunuh siapa saja yang ditunjuk sang bos. ”Bos kami petugas kepolisian,” ungkapnya.
Maria menjelaskan, menjadi bagian dari kampanye antinarkoba Duterte memiliki risiko yang lebih besar. Sebab, ketika identitasnya ketahuan, dia juga bakal menjadi bulan-bulanan para pengedar narkoba yang tak kalah sadis jika dibandingkan dengan dirinya.
Karena itu, para personel death squad harus berganti-ganti identitas agar tak ketahuan. Saat ditemui BBC, Maria terburu-buru bersiap untuk pindah. Identitasnya di rumah perlindungan yang dihuninya saat ini sudah ketahuan. Karena itu, dia dan suaminya harus menyingkir.
Tim death squad tidak pernah membicarakan masalah kampanye antinarkoba Duterte. Terlebih untuk mempertanyakan apakah tindakan mereka benar atau salah. ”Kami hanya membicarkan misi yang diberikan dan bagaimana menjalankannya. Ketika itu semua sudah selesai, kami tidak pernah membicarakannya lagi,” terangnya.
Di Filipina, menandatangani kontrak untuk membunuh seseorang sudah biasa. Namun, ketika sudah masuk jaringan, susah untuk keluar. Maria mengaku menyesali pilihan hidupnya.
Dia merasa bersalah dan terus ketakutan. Takut jika keluarga orang-orang yang dibunuhnya mengejarnya. Maria juga khawatir jika anak-anaknya tahu tentang pekerjaannya dan sang suami.
”Saya tidak ingin mereka datang ke kami dan bilang bahwa mereka bisa hidup karena kami membunuh untuk mendapatkan uang,” terangnya. Saat ini pun putra tertuanya sudah mempertanyakan bagaimana ibu dan ayahnya bisa berpenghasilan cukup besar.
Maria telah menandatangani satu kontrak lagi. Dia ingin berhenti setelah kontrak itu berhasil diselesaikan. Namun, hal tersebut agaknya sulit dilakukan. Sebab, bosnya mengancam bakal membunuh siapa saja yang meninggalkan tim. Maria merasa terperangkap. Kerap dia datang ke gereja dan membuat pengakuan dosa.