Kisah Seorang PSK di Lokalisasi Malanu, Dolly-nya Kota Sorong
Legal tapi Wajib Kondomjpnn.com - ANDA mau menjadi pekerja seks komersial (PSK)? Menjajakan tubuh demi kepuasaan orang? Tentu itu bukan pilihan. Banyak dari PSK mengaku, menjadi aktor utama dalam bisnis lendir ini karena keterpaksaan, jeratan faktor ekonomi, masalah rumah tangga, hingga pelarian. Di balik kehidupan mereka, di antaranya punya cerita tersendiri.
Andre P Siregar dan Victor Y Patty, Radar Sorong
Kehidupan malam di lokalisasi Malanu, Sorong Utara, Sorong, Papua Barat semakin ramai. Area wajib kondom yang sering disebut Dolly-nya Sorong ini diramaikan pria-pria yang ingin kepuasan seks semalam. Suatu malam itu, tim Radar Sorong menelusuri lorong-lorong kecil di antara wisma-wisma, untuk mengetahui bagaimana para pria mencari pasangan yang diinginkan. Tentunya pasangan kencan berbayar.
Suara dentuman karaoke bersahutan dari wisma ke wisma lainnya yang hanya terpisah lorong berukuran 1,5 meter. Lampu redup menambah pekatnya malam.
Di bagian depan wisma, papan neon masih redup, saat itu masih sekitar pukul 23.00 WIT. Sebagian PSK yang belum kedatangan tamu duduk di teras. Siulan kecil sebagai penanda, senyum semringah menjadi ciri bujuk sapaan.
Tim menelusuri dari lorong ke lorong, tawa renyah dari kejauhan terdengar di celah kebisingan alunan musik. Suara karaoke pengunjung tak menentu, bahkan lebih tepat disebut tak beraturan. Nada lagu lebih jelas tertimbun suara parau.
Sepertinya pengunjung bukan mementingkan ketepatan nada bernyanyi tapi hanya sekedar berteriak tak tentu arah. Di surut-sudut wisma, di teras lebih banyak PSK yang sedang dihampiri para pria. Meski tak jelas obrolan apa yang diperbincangkan, tapi tampaknya mereka sedang transaksi.
Lokalisasi Malanu memang menjadi area wajib kondom yang legal, pria mana saja bisa lalu-lalang untuk mencari wanita yang bisa diajak bersenang-senang.