Kisah Seorang PSK di Lokalisasi Malanu, Dolly-nya Kota Sorong
Legal tapi Wajib KondomDi salah satu sudut teras wisma, seorang PSK sedang duduk sendiri sambil tersenyum membaca pesan singkat di handphonenya. Tim berpura-pura untuk menanyakan tarif wanita berkaos ketat dan celana jeans pendek itu. Sebut saja Inem (35) (bukan nama sebenarnya), seorang wanita yang mengaku baru menggeluti dunia PSK sejak 1,5 bulan ini.
“Kalau mau maen Rp 150 ribu mas, biasa saya minta Rp 200 ribu,” jawabnya sambil tersenyum.
Memang tidak gampang untuk mengajaknya mengobrol lama. Karena ia sedang menjaring tamu, para pria yang doyan kelayapan malam di tempat itu. Tim lalu mencoba mendekatinya dan membelikan minuman ringan agar obrolan bisa berlangsung lebih akrab. “Saya lagi malas mas, baru bangun tidur…saya lho dari sore tidur saja, gak tahu kok malas banget…,” ia memulai perbincangan.
Obrolan pun mulai akrab, ia bercerita tentang dirinya yang masih baru tinggal di Lokalisasi Malanu. Wanita berperawakan tinggi dan mengkal ini lama tinggal di Kota Batam. Masalah rumah tangga yang berujung perceraian dengan sang suami, membuat wanita bertato kecil di lengan kanan pun memutuskan pergi menjauh.
Ia sebenarnya sudah memiliki anak yang kini berumur 9 tahun.
“Saya kan telpon teman, nah…dari teman dikasih tahu, kesini..kesini begitu, ya saya pergi sendiri sampai di sini, saya memang langsung datang ke sini mas,” imbuhnya.
Tiap malam, wanita yang tak merokok dan tak mau diajak minum minuman keras ini harus berdandan seksi. Modal awal dalam menggaet tamu-tamu yang datang. Ada yang sekadar menghampiri untuk menanyakan tarif, ada yang menawar hingga jatuh murah, tapi ada juga yang memang langsung oke.
Ia mengakui, tak betah menjadi PSK, tetapi karena tuntutan ekonomi, semuanya terpaksa ia lakoni. Sebenarnya, lanjut wanita berambut panjang itu, ia ingin mencari pekerjaan lain, misalnya membuka warung makan atau apa saja. “Pengennya begitu mas, tapi kan butuh modal juga,” sahutnya pelan.