Kisah tentang Kesabaran Guru Sekumpul Hadapi Penyakit
jpnn.com - Ketua MUI Banjar KH Fadlan Asy’ari masih bersepupu dengan KH Muhammad Zaini bin Abdul Ghani yang lebih dikenal sebagai Guru Sekumpul. Di sela mengaji dan mondok intensif di Pesantren Datu Kelampaian, Bangil, Pasuruan, Jawa Timur, ia melayani Guru Sekumpul di rumah sakit Islam Surabaya.
Muhammad Amin, Martapura
Sejak belia, Guru Sekumpul memang didera berbagai penyakit. Cobaan itu ikut mengasah jiwanya menjadi pribadi yang sangat sabar. Suatu waktu Guru Sekumpul harus opname selama 20 hari di Rumah Sakit Islam Surabaya.
Tentunya, bila sakit, ada orang lain untuk menjaga dan membantu seluruh keperluan si sakit. Nah, peran inilah yang dijalankan Fadlan Asya’ri muda. Ketua MUI ini waktu itu masih santri tuan guru Muhammad Syarwani Abdan Al-Banjari atau biasa dikenal Tuan Guru Bangil.
Interaksi langsung selama 20 hari bersama Abah Guru Sekumpul di ruang perawatan menjadi bekal dirinya menghadapi hidup. Salah satunya yang diingatnya adalah wajah ceria jadi Guru Sekumpul. Tidak ada mimik sedih dan mengeluh ketika rasa sakit mulai terasa di bagian perut.
“Seingat saya, bagian perut Guru Sekumpul itu seperti bergerak-gerak, itu tandanya sakit kembali menyerang. Saya saksikan langsung, wajah beliau tenang, dan menunduk, memandangi perut, mungkin sambil berdoa,” kata Guru Fadlan.
Bahkan, kendati sedang berbaring, dan infus menempel di tangan, bila azan berkumandang, Guru Sekumpul langsung bangun. Dipapah ke kamar mandi untuk mengambil air wudu sendiri.
Saat Guru Sekumpul berwudu, Guru Fadlan menyiapkan sejadah, kopiah dan sarung baru untuk keperluan salat. Begitu keluar kamar mandi, Guru Sekumpul langsung berganti baju dan sarung baru. Salatnya seperti kebanyakan orang sehat. Yang membedakan hanya infus yang tetap menempel.