Kisruh di Hong Kong jadi Ujian Bagi KPU dan Bawaslu
jpnn.com - JAKARTA - Dosen Politik dan Pemerintahan Universitas Padjajaran Bandung, Jawa Barat, Muradi menilai kisruh pemilihan presiden Indonesia di Hong Kong menjadi ujian tersendiri bagi Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu.
Menurut Muradi, kisruh tidak diakomodirnya ribuan Warga Negara Indonesia (WNI), yang ingin menggunakan hak politiknya dalam pilpres di Hong Kong menjadi sinyal negatif bagi pelaksanaan pilpres di dalam negeri pada 9 Juli 2014 mendatang.
Muradi menyatakan ketidaksiapan dan kesiagaan penyelenggara pemilu, menjadi biang masalah dari kisruh tersebut.
Peristiwa di Hong Kong, ia menambahkan, memperkuat pesimisme publik bahwa penyelengggaraan pilpres ini tidak akan lebih baik dari penyelenggaraan pileg.
Menurutnya, ada tiga kondisi pesimisme publik akan penyelenggaraan pilpres yang lebih baik. Pertama, ada kondisi ambigu dari penyelenggara pemilu, dimana saat penyelenggara berharap meningkatnya partisipasi publik, namun di sisi lain justru KPU tidak mengantisipasi gairah publik untuk memilih pemimpin baru dengan menyiapkan surat suara lebih banyak dengan durasi waktu yang lebih panjang.
Saat ini partisipasi WNI jauh lebih tinggi karena figur Jokowi-JK menjadi magnet politik untuk datang ke TPS. Kedua, teriakan dari panitia bahwa hanya yang akan mencoblos nomor 1 saja yang bisa masuk ke area TPS, telah mencederai netralitas penyelenggaraan pemilu.
"Hal tersebut memberi sinyalemen bahwa KPU telah terkontiminasi oleh dinamika politik dukung mendukung," ungkapnya, Senin (7/7).
Dan ketiga, KPU secara institusi telah berlaku tidak adil terhadap publik pemilih, yang mana pembatasan waktu dan ketersediaan suara yang terbatas menjadi bumerang bagi efektifitas penyaluran hak politik warga negara yang seharusnya difasilitasi oleh KPU sebagai penyelenggara pemilu.