Koalisi Masyarakat Sipil Senang RUU KKS Batal Pecahkan Rekor Tercepat
Kalau ini tidak dilakukan bersamaan, lanjut dia, maka akan mengunci beberapa hal yang seharusnya bisa diatur kuat dalam RUU Perlindungan Data Pribadi. "Seperti monitoring kebocoran data pribadi, akses perlindungan terhadap kebocoran atau penyalahgunaan monitoring data,“ imbuhnya.
Lebih jauh dia menilai perlunya pengkajian ulang atas kebutuhan keamanan siber, identifikasi aktor dan kebutuhan tiap sektor, perumusan ulang ramcangan, serta pelibatan pemangku kepentingan yang lebih luas dalam proses perumusan RUU ini, mengingat besar dan luasnya materi yang akan diatur.
“DPR seharusnya membuka ruang lebih panjang dan luas dengan pemangku kepentingan, tidak hanya pemerintah, tetapi rakyat dan pemangku kepentingan bisnis,” pesan Wahyudi.
Hal lain yang menjadi perhatian serius Koalisi Masyarakat Sipil yaitu perlunya secara tepat menerjemahkan pendekatan berbasis HAM dalam perumusan aturan mengenai keamanan siber, demi menjamin keamanan individi, protokol, perangkat, data, jaringan dan infrastruktur penting lainnya. "Bukan sebaliknya, justru mengancam kebebasan sipil dan menciptakan ketidakamanan individu," jelasnya.
Wahyudi menyatakan, negara memegang tanggung jawab penuh untuk melindungi hak dan keamanan warganya, dan bila diperlukan kelompok bisnis dan pemangku kepentingan lainnya dapat terlibat secara konstruktif dan kritis, dalam setiap pengembangan dan impelementasi kebijakan siber.
“Oleh karenanya pengembangan kebijakan dan upaya lain yang dilakukan oleh pemerintah untuk menangani keamanan siber, harus dilakukan secara terbuka dan inklusif, dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan,” paparnya.
Erwin Natosmal Oemar Direktur Indonesia Legal Round Table (ILRL) berpendapat salah satu hal terpenting dari pembahasan RUU adalah evaluasi, antara lain mengenai persinggungan dengan regulasi lain, struktur, ataupun substansi.
“RUU ini tidak pernah dievaluasi, bagaimana persinggungan regulasi ini dengan regulasi lain. Soal struktur, substansi apakah sudah dievaluasi? Saya lihat ada dua delik pidana yang sebenarnya menjadi problem, IU ITE saja sudah ada korban, belum dievaluasi UU ITE sudah ada lagi RUU dengan pasal karet yang ancaman hukumannya tinggi,” papar Erwin.