Koalisi Masyarakat Sipil Soroti Penegakan Hukum di Kasus Mayor Dedi Hasibuan
Selain itu, dia berpendapat bahwa aturan hukum tentang pemberian bantuan hukum yang salah satunya diatur melalui SEMA No. 2 tahun 1971 sudah disempurnakan melalui berbagai aturan perundang-undangan, salah satunya adalah UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
UU Advokat menyatakan pemberi bantuan hukum atau pendamping hukum atau advokat tidak boleh berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara. Sementara dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dalam Pasal 92 Ayat (3), "Semua anggota Angkatan Perang juga dianggap sebagai pejabat”.
"Merujuk pada UU Advokat, sebenarnya prajurit TNI aktif tidak dapat menjadi pendamping hukum atau advokat," kata Al Araf.
Berikutnya, Centra Initiative memandang tindakan Mayor Dedi datang beramai-ramai beserta anggotanya menggeruduk Polrestabes Medan merupakan bentuk intimidasi dan mengarah pada pelanggaran pidana berdasarkan Pasal 335 Ayat (1) KUHP Jo Putusan MK No. 1/PUU-XI/2013.
Ketentuan di atas menyatakan "Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain".
Berdasarkan pasal tersebut, kata Al Araf, sudah seharusnya perbuatan yang dilakukan oleh Mayor Dedi patut diduga sebagai perbuatan pidana.
"Penalaran hukum yang wajar atas kasus Mayor Dedi bukannya dihentikan prosesnya, akan tetapi justru seharusnya naik ke tingkat penyidikan untuk menemukan tersangka dan alat buktinya," tutur AL Araf.
Sebaliknya, Al Araf mengatakan keputusan Puspom TNI dan Puspomad yang tidak memproses pidana Mayor Dedi akan dianggap sebagai pembenaran atas aksi intimidasi oleh oknum prajurit TNI terhadap proses hukum di masa datang yang seharusnya dicegah keberulangannya oleh institusi TNI.