Komisi IX DPR Mencari Solusi Tentang Selisih Biaya Kenaikan Iuran BPJS Kelas III PBPU dan BP
Sedangkan Jampidum Kejagung RI, Ali Mukartono, mengatakan terdapat jurisprudensi dari Mahkamah Agung meski terdapat unsur perbuatan melawan hukum (PMH), sepanjang terdakwa tidak mendapatkan keuntungan pribadi, negara tidak dirugikan, kepentingan umum terlayani; maka tindakan tersebut tidak melanggar korupsi.
Dengan demikian menurut Jampidum, penggunaan asset DJS Kesehatan diluar dari yang terdapat dalam Pasal 21 PP 87/2013, dapat dilakukan sepanjang tidak merugikan negara, tidak ada keuntungan untuk pribadi, dan demi kepentingan umum.
Sementara Ketua Komisi Kebijakan Umum DJSN, Indra Budi Sumantoro mengingatkan agar berhati – hati terhadap konsekuensi kesalahan pengelolaan dana dengan mempertimbangkan dari sisi hukum formil. Sedangkan Perwakilan BPK RI dalam FGD tersebut belum memberikan pendapat secara kelembagaan mengingat belum ada diskusi internal yang bersifat kelembagaan dengan pimpinan BPK RI.
Dewan Pengawas BPJS RI dalam FGD tersebut berpendapat terdapat dua pandangan hukum yang saling bertentangan dan juga terdapat alternatif/ opsi 3 yang tidak memerlukan perubahan peraturan perundangan atau berisiko hukum, akan tetapi menurut Dewan Pengawas dalam implementasinya memerlukan waktu dan melibatkan banyak pihak terkait.
Di akhir FGD, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad meminta agar dalam waktu dua hari masing-masing kementerian dan lembaga menyerahkan pendapat/opini kepada DPR RI dan Legal Opinion (LO) dari Kejaksaan Agung dan Kepolisian Negara RI.
“Pendapat dan LO tersebut akan digunakan sebagai landasan hukum bagi BPJS Kesehatan untuk mengimplementasikan alternative solusi untuk membayar selisih kenaikan iuran PBPU dan BP kelas III sejumlah 19.961.569 jiwa,” tegas Sufmi.
Sementara Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Melki Laka Lena menambahkan kelompok pakar hukum ada yang memberikan tafsir kata “dapat” dalam aturan hukum yang diperdebatkan Kemenkes RI dan BPJS Kesehatan artinya boleh menambah opsi lain. Kelompok pakar hukum lain ada yang memberikan tafsir kata dapat tersebut tidak dalam rangka menambah opsi lain. Sehingga, kata Melki, antardua pendapat hukum itu DPR minta clearance resmi dari Kapolri, Kejagung dan BPK RI. Sikap resmi ketiga instansi ini sangat penting agar BPJS Kesehatan bisa segera bekerja mengeksekusi keputusan bersama DPR RI dan pemerintah tidak menaikkan iuran peserta BPJS kesehatan kelas lll PBPU dan BP tanpa khawatir mendapat masalah hukum dikemudian hari.
Pihak BPJS Kesehatan diakhir FGD, meminta waktu lebih dari dua hari agar dapat melapor dan meminta persetujuan kepada Presiden RI sebagai atasan langsung sesuai dengan peraturan yang terdapat dalam Pasal 25 UU 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan sambil menunggu surat resmi dari Kapolri, Kejagung dan BPK RI.(fri/jpnn)