Komisioner KPAI: Membentuk Karakter Tak Cukup dengan Perpres
jpnn.com, JAKARTA - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia bidang Pendidkan Retno Listyarti mengatakan, Perpres 87/2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) tidak otomatis mudah diimplementasikan di lapangan. Perlu diterjemahkan kembali dalam aturan turunan dari Perpres, bisa semacam petunjuk teknisnya.
Menurut Retno, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam implementasi PPK. Pertama, karakter tidak bisa diteorikan apalagi didiktekan kepada anak.
Karakter harus dibangun melalui seluruh proses pembelajaran di sekolah. Membangun karakter harus dimulai dengan membangun budaya sekolah (school culture).
"Artinya melibatkan seluruh stakeholder di sekolah, mulai dari pendidik, tenaga kependidikan, kepala sekolah, siswa dan bahkan orang tua serta masyarakat sekitar," ujar Retno, Jumat (8/9).
Kedua, membangun karakter itu harus dimulai dari orang dewasa di lingkungan rumah dan sekolah, karena anak belajar dari model atau butuh role model di sekitarnya. Sebab 70 persen perilaku anak-anak adalah meniru.
Retno mencontohkan sekolah ingin menanamkan karakter jujur, maka harus dimulai dari kepala sekolah yang mengelola keuangan sekolah secara transparan, laporan keuangan dapat diakses di website sekolah, anggaran disusun dengan partisipasi warga sekolah, dll.
"Kalau kepala sekolah mencontohkan transparan maka anak OSIS pun pasti meniru dengan mengelola uang secara transparan dan melaporkannya juga secara transparan kepada publik. Anak butuh teladan," ucapnya.
Ketiga, mendidik karakter adalah membangun kebiasaan, perilaku berulang yang bisa menjadi budaya atau kebiasaan. Misalnya perilaku membuang sampah pada tempatnya dan memilih sampah di sekolah.