Komisioner KPUD Simalungun dan Siantar Dituding Langgar Kode Etik
jpnn.com - MEDAN- Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang untuk dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilihan Bupati Simalungun dan Wali Kota Siantar. Anggota DKPP Nur Hidayat Sardini memimpin jalannya sidang perdana dari ruang sidang DKPP di Jakarta.
Sementara tim Majelis lainnya yang merupakan anggota Tim Pemeriksa Daerah, masing-masing Prof Monang Sitorus, Tengku Erwin dan Safrida, berada di Medan. Sidang digelar di Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Sumatera Utara yang disiarkan secara video conference, sehingga dapat diterima di Jakarta, Jumat (11/12).
Dalam dalilnya, pengadu Pahala Sihombing dari Sopou Pilkada Simalungun menilai kelima komisioner KPU Simalungun patut diduga telah melanggar kode etik. Masing-masing Ketua KPU Simalungun Adelbert Damanik dan keempat anggota KPUD lainnya Abdul Razak Siregar, Dadang Yusprianto, Puji Rahmat Harahap serta Rahmadani Damanik.
"Teradu tidak menanggapi surat yang telah kami kirimkan terkait status (calon wakil bupati,red) Amran Sinaga yang sudah diputus kasasi Mahkamah Agung empat tahun penjara dan diperintahkan untuk segera ditahan," ujar Pahala.
Kelima komisioner KPUD tersebut menurutnya, malah tetap melanjutkan tahapan. Karena itu patut diduga telah terjadi pelanggaran kode etik, karena membiarkan begitu saja laporan dari masyarakat yang sudah jelas terbukti.
Untuk memperkuat dalil-dalil aduan, Pahala mengajukan alat bukti berupa putusan kasasi MA yang menyatakan Amran Sinaga terbukti melakukan tindak pidana dan dihukum empat tahun penjara. Selain itu juga surat aduan dari Sopou Pilkada Pemantau Pemilihan kepada KPU Simalungun bulan November 2015.
Selain Simalungun, sidang yang dipimpin Anggota DKPP Nur Hidayat Sardini kali ini, juga mendengar dalil-dalil pengaduan atas dugaan pelanggaran kode etik Komisioner KPUD Siantar Abdul Razak Siregar, Sekretaris KPUD Jansen Siahaan dan anggota Sekretariat Niko A Girsang.
Menurut pengadu Jansen Napitu dari LSM Macan Habonaran, ketiga teradu telah sengaja memasukkan 113 nama pelajar dan mahasiswa ke dalam sistem informasi data pemilih (Sidalih).