Komite I DPD RI: UU Pemda Belum Berjalan Optimal
jpnn.com, KUPANG - Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah atau UU Pemda masih belum dapat dijalankan optimal oleh Pemerintah Daerah Kabupaten dan masih menimbulkan kegamangan dalam pelaksanaannya. Contohnya adalah persoalan perizinan dan kewenangan Pendidikan khususnya menengah yang ditarik ke Provinsi.
Hal ini terungkap dalam pertemuan Komite I DPD RI dengan Pemerintah Provinsi NTT dan sejumlah Kabupaten yang bertempat di Aula Kantor Gubernur NTT pada hari Selasa (14/11).
Pertemuan dibuka oleh Asisten I Bidang Pemerintahan NTT, Jamaludin Ahmad. Delegasi Komite I dipimpin oleh Wakil Ketua II Senator Djafar Alkatiri (Dapil Sulawesi Utara), Senator Abraham Liyanto (Dapil NTT selaku tuan rumah), Senator Almalik Pababari (Dapil Sulawesi Barat), dan Senator Dewa Putu Ardika Seputra (Dapil Sulwesi Tenggara).
Hadir juga dalam pertemuan ini Bupati Sumba Timur, Gidion Mbiliyora, Bupati Sabu Raijua, Nikodemus Rihi Heke, sejumlah Asisten I dari Kabupaten Timur Tengah Utara; Malaka; Sumba Barat; Belu; Ngada; Manggarai Barat; dan Manggarai, sejumlah pejabat Fokompinda, perwakilan Universitas, sejumlah Organisasi Perangkat Daerah NTT, dan Organisasi Kemasyarakatan.
Jamaludin dalam sambutannya menjelaskan bahwa Pemda NTT merupakan Daerah Kepulauan, masih terdapat pulau yang tidak bernama dan tidak berpenghuni oleh karena diperlukan perhatian yang lebih mendalam dan anggaran yang cukup besar untuk mengawasi dan menjaga keamanan di pulau-pulau tersebut.
Visi Misi NTT adalah untuk mewujudkan masyarakat sejahtera dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prioritas Pembanguan NTT 2019-2023 memfokuskan pada beberapa hal yakni: Penurunan tingkat Kemiskina; peningkatan pendapatan masyarakat; kelestarian lingkungan; pembangunan pariwisata; pemantapan infrastruktur dasar dan transportasi; aksesabilitas dan kualitas Pendidikan dan Kesehatan; dan reformasi birokrasi.
Sementara Senator Djafar menjelasan bahwa Komite I melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Pemerintahan Daerah berdasarkan UU 23/2014 dimana praktiknya cukup banyak memberikan kontribusi bagi jalannya Otonomi Daerah selama ini, membawa kesejahteraan masyarakat, efektifitas pemerintahan, dan jalannya roda demokratisasi di Daerah. Namun, dalam realitasnya pelaksanaan otonomi daerah (Pemerintahan Daerah) masih menyisakan beberapa persoalan, misalnya yang menyangkut hubungan pusat dan daerah, kewenangan pusat dan daerah, kewenangan provinsi dan kabupaten/kota, perlu atau tidaknya pembentukan daerah otonomi baru, dan lain sebagainya.
“Ada beberapa isu penting yang ingin diketahui oleh Komite I yakni berkaitan dengan urusan Pemerintahan yang ditarik ke Provinsi; Penataan Daerah; hubungan kewenangan Pusat-Daerah; peran Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat; dan sebagainya.”
Dalam pertemuan tersebut, sejumlah Kabupaten termasuk Gidion (Bupati Sumba Timur) dan Nikodemus (Bupati Sabu Raujua) yang hadir dalam pertemuan tersebut menyarankan agar kewenangan dan perizinan yang ditarik ke Pemerintah Provinsi perlu dipertimbangkan kembali, jikapun tetap dijalankan perlu adanya pembinaan yang lebih kepada Daerah Kabupaten/Kota. Gidion mencontohkan kewenangan khsusunya izin dan pertambangan.