Komodo Labuan Bajo Benchmark Sukses Korea dan Bali
Awalnya, banyak peserta yang tergagap-gagap mengimplementasikan perubahan dengan gaya Markplus ini. Banyak peserta yang kalangkabut.
Tidak siap. Tidak sedikit juga yang kebingungan. Namun, ada benchmark mengena yang bisa dijadikan cantolan berinovasi. Dan semuanya, ikut dipaparkan di Workshop.
“Bila susah membayangkan coba lihat penginapan di Karangasem Bali. Di sana ada suatu desa yang televisi saja nggak ada. Pantai nggak ada. Yang ada hanya hamparan sawah. Kamar mandinya juga beratapkan langit. Tapi harga sewa per malamnya bisa Rp 5 juta. Yang mereka jual di sana experience menginap di tengah hamparan sawah,” urainya.
Bangli Bali malah lebih nggak masuk akal lagi. Di sana penginapannya hanya tenda. Tak ada pendingin ruangan. Kamar mandinya terpisah. Tapi, sewa penginapan di sana bisa Rp 2 juta per malam. Dan yang menginap, mayoritas turis Rusia. “Itu riil loh. Dan itu antre,” ucapnya.
Diving di Pantai Amet Bali juga sama. Infrastruktur di sana sangat jauh tertinggal dari Kuta dan Denpasar. Wilayahnya sepi. Tapi setelah ada ide kreatif meng-create wisata underwater post office, berwisata sambil mengeposkan surat dari bawah laut, sekarang wilayahnya sangat ramai.
Wisatawan Eropa dan Jepang banyak yang rela antre meski harus membayar tarif selangit. Mereka hanya ingin merekam sensasi mengeposkan surat dari bawah laut, merekamnya dan membagikan ke dunia maya.
“Semua bisa begitu lantaran wisatawan diajak merasakan experience. Menyaksikan langsung kearifan lokal. Hasilnya ya seperti itu,” tegasnya.
Korea juga sama. Pariwisatanya bisa hebat lantaran ada konsep menularkan experience kepada tamu. Yang suka musik diajak menyaksikan K Pop via virtual. Yang suka kuliner diajak menyicipi K Food.