Kompak Tolak Nikah Beda Agama
jpnn.com - JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) akhirnya meredam polemik pernikahan beda agama. MUI kemarin mengumpulkan semua majelis tinggi agama lainnya, untuk mencari kesepakan atas pernikahan beda agama. Hasilnya mereka kompak menolak pernikahan beda agama.
Diskusi yang digagas MUI itu diikuti Walubi (Perwakilan Umat Budha Indonesia), PHDI (Parisada Hindu Dharma Indonesia), PGI (Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia), KWI (Konferensi Waligereja Indonesia), dan Matakin (Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia).
Ketua MUI Bidang Kerukunan Umat Beragama Slamet Effendi Yusuf mengatakan, hasil pertemuan ini menyimpulkan tiga sikap penting. "Semoga bisa meredam polemic pernikahan beda agama yang sekarang muncul lagi di masyarakat," jelas Slamet.
Ketiga sikap itu adalah, perkawinan adalah peristiwa yang sacral. Oleh karena itu, pada dasarnya harus dilakukan sesuai dengan ajaran agama masing-masing.
"Dalam Islam jelas tidak boleh nikah beda agama. Begitu juga penjelasan dari agama-agama lain. Semua kompak nikah harus dilakukan sesuai ketentuan agama," urai dia.
Keputusan kedua adalah, negara wajib mencatat perkawinan yang sudah disahkan oleh agama, sebagaimana diatur dalam UU 1/1974 tentang Perkawinan. Atas keputusan butir kedua ini, Slamet mengatakan dalam proses pernikahan posisi agama menjadi unsur pertama baru setelah itu negara.
Sedangkan keputusan ketiga adalah, kewajiban negara untuk mencatat perkwainan yang ditetapkan oleh pengadilan untuk dicatatkan di catatan sipil. Ketentuan ini diatur dalam UU 23/2006 jo UU 24/2013 tentang Administrasi Kependudukan.
Slamet mengatakan, pengadilan merupakan satu-satunya cara untuk mengadili pernikahan beda agama. "Meskipun di pengadilan, peluangnya diterima atau tidak," jelas dia. Pengadilan, menurut Slamet, tidak akan serta merta mengabulkan setiap permohonan nikah beda agama.