Kompas, Komunitas yang Peduli kepada Remaja di Kawasan Lokalisasi Dolly
Berawal dari Penasaran terhadap Wilayah Prostitusi Legendaris ItuMenurut Adel, tidak mudah mendapat kepercayaan warga lokalisasi. Awalnya, mereka harus bisa menunjukkan kegiatan positif. Caranya, sering terlibat aktif dalam kegiatan warga. Tidak jarang mereka ikut menyiapkan lomba Agustusan. Di situ, remaja binaan menampilkan teater dan menari.
Adel menuturkan, Kompas kadang menemui kesulitan dana. Awalnya, mereka mengandalkan uang hasil kemenangan PKM. Ada pula donasi dari rektorat dan fakultas. Namun, dengan banyaknya kegiatan, lama-kelamaan dana tersebut terus berkurang.
Bahkan, tak jarang mereka harus merelakan uang pribadi untuk transportasi dan konsumsi. Meski begitu, hal tersebut tidak menjadi penghalang perjuangan mereka.
Belum lagi persoalan utama lain seperti regenerasi. Yangistikamahdi Dolly bisa dihitung dengan jari. Karena itu, mereka tengah gencar mencari pengganti. Misalnya, mahasiswa angkatan baru dan mengajari remaja binaan yang mampu untuk menjadi fasilitator.
Mereka semua berharap Kompas menjadi laboratorium community development mahasiswa. Mereka ingin mahasiswa bisa mempraktikkan langsung ilmu pengabdian masyarakat melalui Kompas.
Nah, Rabu (19/6) saat gencarnya deklarasi penutupan, fasilitator langsung meluncur ke Dolly. Mereka ingin berada di samping para remaja binaan. Sebab, ABG itu riskan ditunggangi. ’’Remaja kanrawan. Jangan sampai ada yang mengintervensi dengan kepentingan tertentu,’’ ujar Dedik.
Dedik, Adel, dan fasilitator lainnya sadar, penutupan Dolly tidak serta-merta akan menghilangkan pengaruhnya. Tapi, anggota Kompas yakin, para remaja itu pelan tapi pasti bakal berubah.
’’Kami akan tetap berusaha agar yang abu-abu tidak sampai berubah menjadi hitam. Yang hitam, gimana caranya agar menjadi putih,’’ ujar mereka bersamaan. (Muniroh/c5/dos)